Powered by Blogger.
RSS

Kisah Sebelas Mimpi, Inspirasi Bagi Penyandang Disabel



 Judul : Pasukan Matahari
Penulis : Gol A Gong
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit : Pertama, September 2014
Jumlah Halaman : 368 halaman
ISBN : 978-602-1614-43-3

Disabilitas di mata masyarakat masih berorientasi pada orang cacat yang harus banyak dibantu. Padahal dengan segala keterbatasan fisik itu, para penyandang disabel hanya perlu diberi kesempatan yang sama. Mereka selayaknya diberikan fasilitas yang memadai untuk mendorong aktivitasnya agar setara dengan non-disabel. Namun sayangnya upaya menciptakan kesetaraan itu belum sepenuhnya terwujud.
Berharap banyak pada pemerintah sepertinya sulit untuk dilakukan. Meski sudah ditetapkan UU Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, namun penerapannya masih lemah. Berkeluh kesah tentang hal ini pun tidak akan memperbaiki keadaan. Banyak para penyandang disabel yang lantas memilih fokus pada peningkatan kualitas diri dengan segala keterbatasannya.
Heri Hendrayana atau yang lebih populer dengan nama Gol A Gong, membagi pengalamannya sebagai penyandang disabel yang berprestasi, dalam novel berjudul Pasukan Matahari.  Inspirasi yang ditularkan Gol A Gong melalui tokoh Doni, tidak hanya menyentuh para penyandang disabel. Para orangtua yang memiliki anak disabel, akan tercerahkan dengan gambaran mengenai bagaimana dukungan yang harus diberikan agar anak disabel dapat tumbuh dan berkembang dengan kemampuan mengeksplorasi potensi yang dimiliki.
Alur bergerak maju mundur. Diawali dengan perlakuan tidak adil yang diterima Doni dari perusahaan media cetak tempatnya bekerja. Permintaan cuti yang sudah diajukan sebulan lalu, ditolak, dan malah diminta untuk tetap meliput. Doni menolak keras, tapi respons yang diterima ternyata tidak menyenangkan.  “ Doni! Kamu mestinya bangga karena perusahaan memilihmu. Perusahaan sudah mengangkat derajatmu. Realistis saja, Don. Dengan kondisi tanganmu yang buntung, mestinya kamu bersyukur perusahaan tidak melakukan diskriminasi terhadapmu.” (halaman 14)
Respons seperti itu masih banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Penyandang disabel tidak diukur melalui kemampuannya, namun diposisikan sebagai orang yang patut dikasihani.
Momen penting yang akan dilakukan Doni adalah reuni bersama ke-10 teman masa kecilnya, yang terbagi dalam dua kelompok. Yang pertama, Pasukan Semut. Ini adalah teman-teman di lingkungan rumah Doni, yang berjumlah tujuh orang. Yang kedua adalah Pasukan Matahari, yaitu teman-teman Doni, sesama pasien yang diamputasi di RSUD Serang, yang berjumlah tiga orang. Mereka bersebelas berencana reuni dengan mendaki anak gunung Krakatau.
Saat alur bergerak mundur, dikisahkan mengenai Pasukan Semut dan Pasukan Matahari. Dukungan positif teman-temannya sangat berperan signifikan dalam kehidupan Doni, pasca jatuh dari pohon yang mengakibatkan tangannya diamputasi. Ditambah dengan orangtua yang legowo dan selalu menumbuhkan kepercayaan diri pada Doni, maka hidup Doni bergulir seperti orang-orang pada umumnya. Bahkan berprestasi gemilang di dunia literasi dan cabang olahraga badminton. Salah satu petuah bapak Doni yang selalu terngiang adalah, “Hidup sebagai orang cacat itu butuh perjuangan. Tapi percayalah, buku dan olahraga akan menjadikanmu kuat dalam mengatasi perlakuan diskriminasi masyarakat!” (halaman 42)
Kehidupan di desa tidak menjadikan kesebelas anak kampung tersebut ragu untuk bermimpi. Mereka memancang mimpi dan saling bahu membahu mendukung impian itu dengan sikap optimis. Tidak ada yang mengecilkan harapan satu sama lain. Semua percaya, siapa pun akan bisa mewujudkan mimpi asal bersungguh-sungguh disertai doa. Meski memiliki keterbatasan fisik, Doni dan ketiga temannya melayakkan diri untuk bersaing dengan orang lain yang fisiknya sempurna.
Selain penekanan pada dunia disabel, novel ini pun memperlihatkan pentingnya mencintai buku. Betapa kehidupan Doni akrab dengan buku. Dan itu membuka cakrawala berpikirnya. Di rumah, orangtuanya memiliki rumah baca yang koleksi bukunya boleh dibaca siapa pun. Teman-teman Doni dan anak kampung lainnya didorong untuk gemar membaca. Begitupun saat dirawat di rumah sakit, Doni dan teman-temannya rajin mengunjungi perpustakaan rumah sakit. Di sana mereka mendapatkan inspirasi dari kisah orang-orang hebat yang dibacanya. Dokter yang merawatnya pun mendukung kegemaran membaca. Kata petugas perpustakaan, kamu rajin membaca buku. Teruskan. Membaca buku itu akan menambah wawasan kamu. Saya bisa jadi dokter juga karena hobi membaca. Semua orang hebat di dunia ini hobi membaca. Saya yakin, jika kamu rajin membaca maka kamu tidak akan menjadi anak minder hanya gara-gara tanganmu satu!” (halaman 254)
Bukan berarti novel ini melulu tentang Doni dan segala kehebatannya. Hadir pula konflik-konflik lain yang membuat kisah Doni tidak membosankan. Karakter para tokoh pun tidak sepenuhnya sempurna. Peran setiap tokoh berkontribusi dengan baik. Doni, bukan the one and only sebagai tokoh jagoan. Pembaca diajak menyelami aneka permasalahan hidup melalui orang-orang di sekitar Doni.
Novel yang inspiratif dan sarat dengan perenungan ini disajikan dalam bahasa yang ringan dan mudah dicerna. Sangat menarik mengikuti perjalanan kisah menyenangkan dan mengharukan dengan banyak hikmah di dalamnya.
Selamat membaca!

*) Resensi ini diikutsertakan dalam Lomba Resensi Buku FLP bulan Maret 2015 yang disponsori oleh Penerbit Indiva
*) Resnsi ini dimuat di harian Singgalang Minggu, hari Minggu, 14 Juni 2015
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Unknown said...

makasih atas infonya sangat membantu, dan jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2oRxd3w

Post a Comment