Judul
: Tiada Ojek di Paris
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Mizan
Cetakan : 2015
Tebal : 207 Halaman
ISBN : 978-979-433-846-9
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Mizan
Cetakan : 2015
Tebal : 207 Halaman
ISBN : 978-979-433-846-9
Kaum
urban mengacu pada masyarakat kota modern yang bergerak dinamis. Jakarta,
dengan segala dinamikanya menjadi contoh nyata pergulatan hidup kaum urban.
Segala permasalahan ibukota berputar bagai lingkaran setan, namun tetap memikat
orang-orang untuk mengadu nasib di Jakarta.
Seno
Gumira Ajidarma, membincang kaum urban, khususnya Jakarta, dalam Tiada Ojek di Paris. Buku ini memuat
esai-esai bernas yang pernah dimuat dalam buku Affair dan Kentut
Kosmopolitan, serta majalah Djakarta!.
Meski ditulis dalam kurun tahun 2004 - 2013, namun tetap relevan dibaca saat
ini.
Termasuk
tipe manakah Jakarta? Seno Gumira Adjidarma mengusung teori Barker (2004: 23
-5) yang menyebutkan tiga tipe kota kontemporer, yaitu kategori Inner City,
Global City, dan Postmodern City. Setelah menjabarkan ciri-ciri yang mewakili
kategorisasi masing-masing, tampak Jakarta lebih condong pada Postmodern City
atau Kota Pasca Modern.
Dalam kerangka baru
fragmentasi, segregasi, dan polarisasi sosial, kelas menengah mengalami
pengerutan, sementara gelandangan, buruh murah, dan siapa pun bergantung pada
bantuan dinas sosial, semakin berkembang -- yang berhubungan langsung dengan
semakin banyaknya pendatang, dan artinya keberbedaan etnik semakin terasa.
Meningkatnya kekerasan dan kriminalitas dijawab dengan kesadaran atas keamanan
yang tinggi. Maka wajah kota akan ditandai oleh rumah bertembok tinggi, satpam
bersenjata, mall yang selalu dipatroli, kawat berduri dan kamera pengintai (di
Jakarta semua ini ada bukan?) (halaman 18)
Selanjutnya
seperti apakah manusia Jakarta? Seperti kita ketahui, Jakarta dan macet selalu
berpasangan. Kondisi macet yang menyebabkan manusia berada dalam mobil lebih
lama, menciptakan sebuah trend baru, yaitu manusia mobil. Di dalam mobil, di
tengah kepungan macet, manusia Jakarta bisa melakukan banyak hal. Seorang istri
biasa membawa paket kosmetik ringkas, di mana ia mengoleskan pensil alis,
membuat bayangan mata, hingga mewarnai bibir dengan rapi. Termasuk makan,
membaca koran, mendengar berita, memasang CD, sampai ber-handphone ria. Maka
mobil menjadi bukan sekadar sarana transportasi. Transaksi bisnis yang
dilakukan melalui notebook mungil yang selalu terbuka, hingga wawancara pun
dilakukan di dalam mobil. Tak ayal lagi, mobil adalah dunia ketiga, setelah
rumah dan tempat kerja. Di Dunia Ketiga
itu dilakukan segala hal yang mungkin --maupun tidak mungkin-- terjadi di Dunia
Pertama maupun Dunia Kedua : berkeluarga, bekerja, atau bercinta. Hmmm.
Berterima kasihlah pada kemacetan Jakarta. (halaman 23)
Dalam
geliat Jakarta, premanisme menjadi sisi gelap yang senantiasa menetap dan menahun.
Para preman beraksi dibungkus dengan kostum wajah sangar. Kerja kotor ini
berhasil menghimpun rupiah dalam bentuk pungutan liar. Penguasa ‘resmi’
bermunculan menduduki sebuah wilayah untuk ditarik ‘pajak’ alias dipalak atau
di-kompas dengan menyebarkan anak buahnya. Namun mengusut lalu membabat para
preman ini bukan hal mudah. Di titik
ini, Seno Gumira justru membidik preman dalam bentuk lain. Apakah kita tidak sebaiknya menjadi lebih empet kepada para jawara
berdasi yang perusahaannya resmi, tetapi sangat berdaya menilep tanah dan
mengakali pajak dengan piawai sekali? Jumlah penilepan mereka inilah yang telah
diketahui angkanya oleh Sri Mulyani ketika masih menjadi menteri Mereka tidak
bertato, tampangnya tidak sangar fashion-nya pun jauh dari kampungan, tapi
mereka inilah yang layak ditembak mati. (halaman 79)
Tulisan
menarik lainnya menyoal gaya hidup manusia Jakarta, daerah pinggiran Jakarta,
the motorcycle people, kafe dan warung kopi, para pengamen, fenomena mudik, dan
beragam permasalahan yang berkelindan di belantara Jakarta. Sesekali dihadirkan
juga kutipan yang berasal dari para pemikir kontemporer sekelas Barker, Mauss,
Bhaba, dan Saunders.
Buku
setebal 207 halaman ini mengajak pembaca untuk mencermati tingkah polah Jakarta
dengan gaya santai, ringan, bak obrolan di warung kopi. Pembaca bisa tersenyum,
mengernyit, hingga tertawa, yang di ujungnya mengarah pada perenungan tentang
makna kehidupan urban yang serba cepat dan mudah berubah. Dari perenungan
itulah akan muncul gagasan-gagasan baru yang diharapkan membawa perubahan pada
kebaikan.
*) resensi ini dimuat di indoleader.com pada tanggal 3 Februari 2016
3 comments:
keren mbak resensinya.....kpan2 saya iniigin belajar membuat resensi ya mbk llinda...salam kenal ^_^
salam kenal jg Mbak Zaqia.. :)
makasiii dah berkenan mampir.. ^^
saya jg msh blajar.. jadi kita sama2 blajar.. hehe..
Borgata Hotel Casino & Spa Launches New Poker Room
The Borgata Poker Room is the 동해 출장샵 first poker room 오산 출장마사지 in the state to offer non-stop action. Borgata Hotel Casino & Spa 천안 출장샵 will 여수 출장샵 open this week from 8 김포 출장샵 a.m. to 3 p.m. ET
Post a Comment