Sebuah novel kembali
lahir dari tangan Iwok Abqary. Lagi-lagi bergenre romance. Setelah sukses
dengan ‘Laguna’ yang membawa bendera amore, Iwok Abqary kini menapaki jalur
teenlit. ‘Dandelion’ adalah kisah cinta yang manis namun tidak melulu idealis.
Bagi yang baru
mendengar kata ‘dandelion’ tidak usah mengernyit, karena cover novel ini sudah
berbicara. Yup! Dandelion adalah sejenis bunga liar yang bila ditiup akan
beterbangan bulu-bulunya. Bunga ini sangat disuka oleh Yara, tokoh utama novel
ini. Dan bunga dandelion tidak sekadar menjadi tempelan dalam novel ini. Ia
menapasi alur kisahnya.
Cerita dibuka dengan
adegan kepergian Yara ke Singapura yang diliputi kesedihan. Hatinya tertinggal
di tanah air. Ia tak ingin berpisah dengan Ganesh. Namun kehendak ayahnya tak
mungkin dilawan. Yara terpaksa menurut ketika didaftarkan kuliah di negeri
singa.
Kisah cinta Yara dan
Ganesh bagai kisah dalam dongeng. Yara, si cantik nan kaya raya, menjalin kasih
dengan Ganesh, si tampan namun miskin papa. Tetapi cerita cinta ini disampaikan
begitu nyata, membawa saya berpikir pada sisi realistis sebuah romansa.
Yara bersikeras menepis
jurang perbedaan di antara mereka. Baginya Ganesh adalah lelaki yang dicarinya.
Tapi Ganesh juga bersikukuh dengan pendapatnya.
Ganesh adalah lelaki terbaik yang
aku kenal. Dia sangat bisa menghargai perempuan bak porselen. Selama kami
bersama, kapan dia pernah berani memeluk atau menciumku? Belum pernah. Dan
nilai lebihnya kutambahkan karena itu. (halaman 31-32)
Tidak,
Yara, hidupmu terlalu indah untuk kuhancurkan. Kamu berada dalam gelimang
keindahan dan kemewahan. Apa yang kamu cari dari sosokku? Aku terlalu biasa
dalam segala kriteria. Jangan karena rasa sukamu lantas kamu menutup mata dan
telinga. (halaman 24)
Selanjutnya Yara
berkubang dalam kesedihan karena tak kunjung menemukan jejak Ganesh. Dari
Singapura, ia terus mengontak kawan-kawan SMA-nya di Jakarta demi mendapat
informasi tentang keberadaan Ganesh. Poor
Yara, segala usahanya nihil hasil.
Sementara itu, sosok
pria lain, Bryan, mulai mencoba masuk dalam kehidupan Yara. Ia sudah lulus
kuliah dan sedang magang di sebuah penerbitan di Singapura. (belakangan saya
tahu, mengapa Iwok Abqary memilih bidang penerbitan sebagai bidang yang
digeluti Bryan)
Meski Yara mulai dekat
dengan Bryan, namun hatinya masih bimbang. Sosok Ganesh masih lekat dalam
ingatannya. Pada saat yang sama, Ganesh pun tak kurang memendam rindu pada
Yara. Namun ia tetap merasa, mencintai dan merindukan Yara adalah sebuah
kesalahan. Maka segala pilunya ditumpahkan dalam tulisan yang kemudian mewujud
sebuah novel. Atas saran Laras, sahabat Ganesh, tulisan itu dikirimkan ke penerbit.
Laras-lah yang menyemangati dan mendukung Ganesh. Ketulusan dan kebaikan Laras
pun dimasukkan Ganesh ke dalam bagian akhir novelnya.
Setelah menunggu sekian
lama, tulisan Ganesh di-acc, lalu diterbitkan. Novel itu berjudul “Dandelion”.
Ganesh mengabadikan bunga yang sangat disuka Yara, sebagai judul novelnya.
Ternyata novel itu
meledak di pasaran dan menjadi best
seller. Ketika Bryan berkunjung ke Jakarta untuk urusan kantor, ia
membelikan novel itu, karena tahu Yara sangat suka pada dandelion. Dan benar,
Yara langsung jatuh cinta pada kover novel itu yang latarnya hamparan padang
bunga penuh dandelion.
“Novel
itu lagi best seller lho. Dalam lima bulan cetak ulang tiga kali. Prestasi
hebat untuk penulis baru.”
“Kok
tahu?”
“Yara,
aku kerja di dunia penerbitan. Hal-hal seperti buku ‘best seller’ , apalagi di
negara sendiri, sudah semestinya aku tahu. Buku itu ramai dibicarakan.” (halaman
97)
Nah, itu rupanya alasan
Iwok Abqary untuk menempatkan Bryan pada bidang penerbitan. Agar logika cerita
terjaga. Good job.
Setelah sekian lama
menyembunyikan identitas diri melalui nama pena: Alang, akhirnya Ganesh membuka
akun twitter, mengikuti saran editornya. Yara pun berhasil menemukan jejaknya,
dan tanpa basa-basi langsung menodong pertanyaan: apakah Alang adalah Ganesh.
Tentu saja Ganesh berkelit. Yara semakin penasaran.
Alur
kisah Dandelion terlalu mirip dengan kisah yang pernah kualami. Kalau Anda
bukan Ganesha Arwan, lalu ada hubungan apa Anda dengan dia? (halaman 125)
--ini tulisan pada twitter, dan ternyata tidak lebih dari 140 karakter, wow..
kecermatan yang patut diacungi jempol--
Bunga dandelion itulah
yang kemudian menghubungkan kisah cinta ini. Ia bukan semata bagian dari
kenangan Yara dan Ganesh, tapi dalam rentang jarak dan waktu yang terpisah
jauh, keduanya terhubung oleh dandelion.
Novel ini mengusung
kisah cinta beda kasta. Sebuah kisah klasik. Namun ia tampil beda. Bukan cerita
cinta yang cengeng, bukan pula bertabur mimpi ala dongeng khas sinetron.
Membacanya, saya seperti dipampangkan pada sisi realita kehidupan. Bahwa hidup
adalah pilihan. Cinta memang milik siapa saja. Tapi berpijak pada kenyataan,
tidak lantas menjadikan cinta berkurang kadarnya.
Ada dua pilihan. Yang
pertama, keukeuh mempertahankan cinta
tanpa memedulikan jurang perbedaan yang menganga lebar. Resikonya, tentu butuh
usaha yang sangat keras, yang akan menyedot banyak energi, dan bukan tidak
mungkin membuat berdarah-darah.
Pilihan kedua, berpikir
realistis dan berdamai dengan keadaan. Melepas cinta, lalu membina hubungan
baru dengan seseorang yang lain yang lebih sepadan. Ini jalan aman yang juga
tidak mudah.
Masing-masing pilihan
memiliki konsekuensi. Dan kita harus belajar menghargai apa pun pilihan yang
ditempuh. Di sinilah saya merenungi bahwa jalan cinta pada setiap orang tidak
bisa disamaratakan.
Maka novel ini sangat
menarik. Dengan menggunakan dua sudut pandang bergantian antara Yara dan
Ganesh, membuat pembaca lebih bisa merasakan gejolak emosi masing-masing tokoh.
Dan meski penulisnya laki-laki, pada bagian Yara, sisi keperempuanannya terolah
dengan baik. Namun sepertinya posisi Yara lebih dititikberatkan, sehingga
Ganesh agak sedikit ‘terlupakan’ pada bagian dia pasca lulus SMA. Tidak terlalu
diperlihatkan apa aktivitas Ganesh, sebelum ia menemukan jalannya, pada
menulis.
Deskripsi setting cukup
detil dan meyakinkan. Beberapa bagian Singapura dikuasai Iwok Abqary dengan
baik. Demikian juga dengan deskripsi tokoh, tergambarkan jelas. Ganesh yang
cakep dan baik dengan kesederhanaannya, Yara yang cantik dan tidak sok kaya
meski berayah pengusaha hebat, lalu Bryan yang ganteng dan mapan serta dewasa.
Dengan label teenlit,
Dandelion bukan sekadar cerita remaja penuh suka-suka. Ia paket komplet. Selain
sisi remaja yang riang, ada sisi romansa yang menyentuh, sisi humanis, juga
sisi motivasi. Semua menyelusup halus di sekujur kisah. Ini menjadikan
Dandelion sebagai novel yang recommended.
Judul : Dandelion
Penulis : Iwok
Abqary
Penerbit : PT
Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 200 halaman
Cetakan : Pertama, Mei 2014
6 comments:
utk genre teenlit kayaknya temanya cukup 'berbobot' ya mbak...
emm, cinta beda kasta... terdengar seperti kisah klasik, tp toh sampe sekarang masih banyak terjadi -- disadari atau tidak...
Aku belum pernah baca bukunya kang Iwok :D
Rosa, iya.. cinta beda kasta itu kisah klasik yg abadi.. hehe..
Ecky, novelnya ga nyampe ke Thailand ya..? :)
novel ini di bikin film engga?
Luv banget sama resensi kakak yang mendetail bahkan aku gasadar bahwa ceritanya menitik beratkan yara dan ada yang terlewat pada masa Ganesh lulus sekolah itu tidak tersorot
Post a Comment