Powered by Blogger.
RSS

Terjengkang Lima Kali, Bangun Lagi Enam Kali






Judul Buku:  Writing Is Fighting
Penulis:  Iwok Abqary, dkk
Penerbit:  Halaman Moeka Publishing
Terbit:  Cetakan I, Mei 2014
Tebal Buku:  v + 240 halaman
ISBN:  978-602-296-080-1



Ada lebih banyak peluang yang bisa ditempuh oleh para penulis saat ini. Beragam jalan lebih terbuka. Info-info penerbit maupun lomba-lomba lebih mudah diakses melalui media sosial. Maka penulis-penulis baru bermunculan. Beberapa masih gagap di hiruk pikuknya dunia kepenulisan. Buku Writing Is Fighting mencoba membuka wawasan mengenai perjuangan para penulis dalam merintis kiprah di dunia kepenulisan.

Ada 15 penulis yang membagi pengalamannya saat menemui tantangan dan hambatan di jalan kepenulisannya. Berulang kali naskah ditolak, di-php-in penerbit abal-abal, diberi kritik super pedas, diminta revisi sampai bolak-balik, adalah beberapa hal yang ditemui dalam romantika jalan penulis. Dan karena pengalaman adalah guru terbaik, maka pembaca bisa menarik pelajaran dari setiap peristiwa yang dialami ke-15 penulis ini.

Seperti kisah yang dituturkan Iwok Abqary, saat menghadapi pengalaman pahit dengan sebuah penerbit. Dengan judul yang lugas ‘Jangan Asal Pilih Penerbit’, pembaca diajak untuk lebih berhati-hati ketika menentukan penerbit mana yang dituju. Penulis yang kini sudah menelurkan karya lebih dari 30 buku ini, ternyata mengawali karir kepenulisannya dengan tersandung di sebuah penerbit yang tidak profesional.

Penerbit itu awalnya memberi janji surga, namun realisasinya mundur lagi, dan lagi-lagi mundur.
Proses terbit yang memakan waktu bilangan tahun itu, lalu tersendat di masalah kontrak. Bertubi-tubi email, sms, telpon, chat, dilayangkan Iwok kepada penerbit yang bersangkutan. Namun yang didapatnya selalu slow respons. Bikin tambah gregetan.

Di penghujung kisah pahit dengan penerbit ini, disampaikan juga tips memilih penerbit. Karena tentu tidak semua penerbit abai pada penulis. Yang penting, sebelum membidik, harus cari info yang akurat tentang penerbit yang akan dijadikan tujuan.

Lalu ada pula cerita seru Triani Retno saat menghadapi writers block. Ide cerita yang sudah mengendap bertahun-tahun yang lalu, ternyata saat dituangkan ke dalam tulisan, terjegal pula oleh writers block. Dua puluh lembar pertama, lancar. Dua puluh lembar kedua mulai melambat. Lalu halaman demi halaman berikutnya, mandek. Padahal mewujudkan ide cerita tersebut boleh dibilang merupakan obsesi Triani. Namun ternyata writers block datang menghadang.

Bagaimana kemudian Triani memecahkan kebekuan menulis itu dituturkan dengan segar dan menarik. Pembaca bisa mengikuti langkah-langkah praktis yang realistis agar writers block tidak terlalu lama bersarang.

Ada lagi kisah Indah Juli saat memburu penulis terkenal untuk membaca draft novelnya. Indah berharap akan mendapat kritikan positif dari sang penulis, syukur-syukur bisa dapat endorsment juga. Tapi ternyata setelah menunggu sekian lama, respons yang diterima hanya membuat hati mangkel.

Seluruhnya ada 23 cerita yang terdapat dalam buku ini. Dengan kekhasannya masing-masing, para penulis tidak hanya bercerita serupa curhat colongan, tapi memberikan solusi dan tips-tips menarik yang mudah diikuti. Dengan latar belakang, genre, dan gaya menulis yang berbeda, semua pengalaman yang dibagi terasa mengasyikkan saat dibaca. Tanpa nada menggurui, kisah-kisah ini mengandung motivasi dan inspirasi bagi para penulis pemula.

Buku Writing Is Fighting ini recommended tidak hanya bagi para penulis, namun bisa juga dinikmati oleh pembaca pada umumnya. Ke-15 penulis buku ini adalah: Aan Wulandari Usman, Ambhita Dhyaningrum, Dewi Rieka, Ferry Zanzad, Indah Juli, Iwok Abqary, Nadiah Alwi, Nunik Utami, Retnadi Nur’aini, Rini Nurul Badariah, Tria Ayu K., Triani Retno, Yokie Adityo, dan Yudhi Herwibowo.


#Review ini dimuat di media rimanews.com pada tanggal 25 Juli 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

A Street Dream : The Evergreen Architecture


Judul : A Street Dream: The Evergreen Architecture
Penulis : Angel G.
Penerbit: CV. Evergreen Creative House (2013)
ISBN: 978-602-14-2330-1
Tebal: 510 halaman
Terbit: September 2013
 

Cerita anak-anak muda yang mempertaruhkan sebuah keyakinan, mengejar mimpi, dan mencari arti kejujuran yang akhirnya malah mereka temukan di jalan jalan pinggiran kota. Mulai dari kisah imigran gelap yang menjadi pembalap kriminal di pinggir pelabuhan, corat-coret pemberontakan dalam graffiti ilegal di dinding lorong lorong kota, cinta seorang stripper, hingga penari dan rapper-rapper jalanan yang mengejar mimpi di bawah garis kemiskinan. Mulai dari nyaris terbunuh berandal-berandal kota yang berjuang bertahan hidup, anak kecil buruh perkebunan yang mengajarkan makna terbang tanpa sayap, hingga cerita kakek tua yang menjadi penyanyi jalanan di atas kursi roda.

Semua akhirnya menguak filosofi indah di balik kisah lenyapnya Billy serta mimpinya dan Sean yang tak pernah berubah: mimpi untuk mengubah dunia... dengan murninya sebuah kejujuran hati.


Pertama kali melihat novel ini, saya langsung terpukau pada covernya. Keren banget! Terlihat seperti bukan novel lokal. Cover bagian depan dan belakang, sama kerennya. Meski blurb-nya terlalu penuh dan berdesakan. 

Halaman pertama, sudah terasa kalau setting novel ini bukan di Indonesia. Selipan dialog berbahasa Inggris (bukan bahasa Inggris baku) bertaburan. Terus berlanjut ke halaman-halaman berikut, agak bingung juga tentang setting ini. Yang jelas sih di Amerika, walau entah Amerika bagian mana, kadang Oregon, kadang California. Tapi deskripsinya sih cakep, kampusnya, rumah-rumahnya, gedung-gedungnya, kota-kotanya, dan jalanan untuk balapannya juga.

Saya nggak bisa menepis kagum pada penulis novel ini. Pinter banget deh. Tokohnya banyak dengan karakter yang unik.  Ada Sean Walker, sang Richie Rich yang menyimpan mimpi untuk mengubah dunia dengan kejujuran. Ia mengubur masa lalu gelapnya di balapan liar hutan evergreen bersama kisah misterius lenyapnya Billy. Kehidupan barunya sebagai pembalap nasional sekaligus mahasiswa biasa di departemen arsitektur, mempertemukannya dengan sahabat-sahabat yang tak biasa.

Sahabat-sahabat Sean itu adalah Nathan Evan, mahasiswa miskin nyaris dropped out yang berjuang menjadi DJ berbekal sepasang turntable tua, di tengah trauma kematian adiknya yang tertembak dengan kepala pecah dalam perkelahian gangster di club kota.  Lalu ada Rachel Scott, mahasiswi arsitektur teladan yang ambisius juga perfeksionis, dan tak pernah percaya pada mimpi. Hingga George Thomas, mahasiswa Departemen Musik yang membawa handgun kemana pun, rapper mantan penghisap ganja yang lahir dari kerasnya kehidupan kumuh ghetto penuh kriminalitas.


Masih ada tokoh tambahan lainnya. Maria Fernandez, yang jago nge-dance tapi  karena masalah finansial nyaris membuatnya menjadi stripper. Tapi ia menolak berhutang uang dan budi pada Sean. Ada juga Dean, penari jalanan dan anggota geng jalanan, yang mati-matian melindungi seorang gadis yang tak dikenalnya saat terjadi perang gangster.

Seperti yang tertulis di blurb, kisah novel ini kalau diperas dalam kalimat pendek, yaitu kisah tentang orang-orang muda yang mengejar mimpi. Dengan alur maju, bukan berarti jalinan kisahnya sederhana. Beraneka masalah yang timbul pada tokoh-tokohnya saling bertaut cukup rumit. Adanya kejutan-kejutan dalam rentang kisah ini, terutama pas ending, membuat membacanya menjadi sangat mengasyikkan.

Kisah ini tentang bagaimana mewujudkan mimpi dengan kemerdekaan pikiran. Mereka menemukan apa sesungguhnya yang diinginkan dan dicita-citakan, seraya memahami kegetiran hidup yang dialami. 

Novel ini recommended, selain karena cerita dan unsur pembangunnya, juga karena nilai inspiratifnya. Selalu ada kesempatan untuk bangkit setelah rupa-rupa masalah membelit. Dan yang menarik adalah bagaimana Sean menyulut semangat sahabat-sahabatnya hingga mampu menembus dinding mimpi.

Sayangnya, novel ini tidak bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Karena muatan bahasa Inggrisnya yang begitu banyak, dan tidak sedikit unsur slang-nya. Dan untuk yang matanya lekas lelah seperti saya, huruf-huruf dalam novel ini terlalu kecil dan rapat. Tapi mungkin kalau dibuat TNR 12 dengan spasi bersahabat, konsekuensinya akan berpengaruh pada ketebalan. Bisa-bisa nanti sebesar dan setebal bukunya Dan Brown. Anyway, bintang 4 untuk novel ini.. :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Memaknai Ikhlas Di Tengah Derita




Sepanjang rentang perjalanan manusia, akan tiba masa ketika ujian atau masalah datang silih berganti. Allah menimpakan masalah tersebut bukan untuk diratapi, tapi untuk menjadikan seseorang itu kuat dan bertambah kualitas keimanannya. Seperti yang termaktub dalam firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 155: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.
Dalam novel Lukisan Hati, Ade Anita membentangkan makna ikhlas yang tergambar dari perjalanan hidup Solasfiana dan keluarganya. Solasfiana bertubi-tubi ditimpa kemalangan. Bersama keluarganya, ia diusir dari kampung, karena difitnah sebagai pelaku santet. Mereka kemudian harus rela tinggal di kandang kambing di kampung yang jauh dari kampung halamannya. Kandang kambing itu diberikan oleh Bapak dan Ibu Zairi yang berjasa menolong keluarga Solasfiana.
Sebagai anak sulung, Solasfiana berjuang keras demi keluarga karena ibunya cacat dan ayahnya telah lama meninggal. Kerap Solasfiana mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Ibunya, Mak Pinah, berusaha menenangkan karena mengerti bahwa mimpi buruk tersebut akibat beban hidup yang ditanggungnya. Dimintanya Solasfiana untuk ikhlas (halaman 12).
Selain ibunya, seorang ustadz tunanetra - sesama pengajar di TPA- juga sering diminta nasehat oleh Solasfiana. Nasehat-nasehat itu menyejukkan hatinya (halaman 25). Ada juga sahabat pena yang tinggal di Jakarta, bernama Aulia Rahman. Keduanya belum pernah bertemu. Tapi Solasfiana sudah menganggap Aulia seperti kakaknya sendiri, sehingga ia nyaman curhat kepadanya. Aulia ini kemudian banyak membantu keluarga Solasfiana dengan mengirimkan baju-baju layak pakai, buku-buku, dan juga finansial.
Kepedihan Solasfiana yang lain adalah hilangnya kekasih hati. Terdengar kabar bahwa Sofyan, kawan SMA yang dulu sempat memenuhi ruang hatinya, akan menikah dengan gadis pilihan orangtuanya. Hati Solasfiana remuk redam, apalagi ketika ia mengetahui bahwa Sofyan pun sesungguhnya dulu menaruh hati kepadanya.
Seiring waktu, ada perkembangan lain dari adiknya. Solasfiana merasa tertekan oleh permintaan Marsyapati, adiknya yang ingin segera menikah. Adiknya mohon izin untuk mendahuluinya menikah. Solasfiana bersikeras menolak. Hatinya lelah. Begitu banyak pengorbanan yang dilakukannya, demi adik-adiknya. Ia meminta Marsyapati untuk menunggu.
Kisah dalam novel ini terinspirasi dari kisah nyata. Tergambar betapa berat penderitaan yang dialami Solasfiana dan keluarganya, yang ditimpa aneka ujian berat. Terutama Solasfiana, sebagai anak sulung yang kemudian memperlihatkan tanggung jawabnya yang besar pada keluarga.
Solasfiana senantiasa mengedepankan ikhlas. Ia melihat contoh nyata, dari Ustadz Ikhsan yang kehilangan penglihatan sejak kecil. Sang ustadz senantiasa menjalani hidup dengan tenang dan bahagia. Beliau senantiasa memaknai ujiannya dengan memunculkan hikmah kebaikan yang didapat dari kesulitan yang dialaminya.
Jika pada awalnya Solasfiana disesaki oleh pertanyaan: Mengapa Allah terus menerus menimpakan cobaan berat? Mengapa Allah memberikan kesusahan sementara ada orang lain yang menerima kesenangan terus menerus? Maka kemudian Ustadz Ikhsan memberikan jawaban yang melegakan dan membuat Solasfiana tersadar.
Selain Solasfiana, keluarga Bapak dan Ibu Zairi pun menghadapi cobaan berat dengan kecelakaan maut yang dialami putranya. Kecelakaan tersebut merenggut nyawa cucu dan menantu Bapak-Ibu Zairi. Bagaimana kemudian Solasfiana berperan dalam membantu keluarga itu, menjadi salah satu bagian yang menarik dari novel ini.
Rentetan peristiwa yang bergerak sepanjang cerita, menunjukkan muatan hikmah pembelajaran hidup. Namun keseluruhan kisah dituturkan dengan gaya bahasa yang mengalir dan menyenangkan. Diselingi beberapa dialek khas Palembang, yang menguatkan setting cerita ini. Kekhasan Palembang juga hadir dalam selipan kuliner yang menambah wawasan pembaca.
Di samping kelebihan novel ini, ada pula sisi-sisi yang terasa kurang pas, semisal: pembatalan pernikahan Sofyan yang terlalu tiba-tiba, ada satu sikap Solasfiana terhadap Ustadz Ikhsan yang terasa aneh, kebiasaan bepergian laki-laki dan perempuan, dan beberapa sikap Sofyan terhadap Solasfiana. Namun dari hal-hal yang kurang menyamankan tersebut, ternyata beberapa merupakan kebiasaan yang lumrah di Palembang. Memang Lain Ladang Lain Belalang.. J
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, novel ini boleh dibilang sebagai novel inspiratif. Kisahnya tidak hanya berpusat pada Solasfiana. Beberapa tokoh lainnya turut memberi inspirasi kepada pembaca. Pergulatan konflik di dalamnya terjalin kuat, dan terdapat kejutan yang tak terduga.
 Novel ini layak direkomendasikan karena nilai inspiratifnya. Satu hal paling mendasar yang bisa ditarik adalah, bahwa menghadapi berbagai kehilangan dalam hidup, serta beban yang memberati, ikhlas adalah kunci pembuka ketenangan dan kedamaian jiwa.
Judul                          :  Lukisan Hati
Penulis                        :  Ade Anita
Penerbit                      :  PT Elex Media Komputindo
Tebal Buku                :  viii + 389 halaman
Cetakan                      : Mei 2014
ISBN                           :  978-602-02-3653-7

#Resensi ini dimuat di media online qawwam.com pada tanggal 15 Juli 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Review : Geek in High Heels



 Sebelumnya aku nggak pernah baca novel chicklit. Tapi ketika dapet novel ini, aku antusias bacanya. Pertama, karena penulisnya Octa. Emang kenapa kalau Octa? Soalnya kalau aku baca blog Octa, tulisannya keren-keren, bikin betah bacanya. Jadi penasaran banget, macam mana kalau Octa bikin novel?  Yang kedua, karena tokohnya unik, seorang geek. Aku kira, seorang geek nggak akan asyik dimainkan sebagai tokoh utama. Penasaran jilid dua deh, tentang si geek. Lalu, yang ketiga.. ah, kebanyakan alasan ya, langsung saja menuju sinopsis.

Athaya, freelancer web designer, mengaku geek, tapi sangat modis. Tergila-gila pada high heels yang selalu dipadankannya dengan warna cat kuku. Namun nasib cintanya tidak secantik penampilannya. Di usianya yang menjelang 30, masih jomblo, setelah sebelumnya beberapa kali putus dari pacarnya dengan alasan tidak jelas.

Cerita bermula saat Athaya kabur dari sebuah acara makan malam keluarga, dalam rangka perkenalan calon suami sepupunya. Dibombardir dengan pertanyaan menyebalkan seputar dirinya yang masih belum punya pacar, menjadi alasan kuat pelariannya. Sebuah kafe yang ditemuinya ketika berlari menjauh dari restoran tempat acara tersebut, segera dimasuki Athaya.

Di kafe tersebut, Athaya ‘berebut’ meja dengan seorang cowok manis berkacamata. Meja yang diperebutkan tentu saja dimenangkan Athaya. Saat duduk sendiri di meja itu, tiba-tiba Athaya punya ide aneh, mengiklankan dirinya di blog sebagai cewek yang sedang mencari calon suami.
Selanjutnya, seorang klien ganteng bernama Ibra, mendekati dan menunjukkan perhatian kepada Athaya. Pada saat yang sama, Athaya pun bertemu kembali dengan cowok yang dulu memberikan meja di kafe ketika Athaya kabur dari acara makan malam keluarga. Cowok itu, namanya Kelana, ternyata seorang penulis novel best seller yang terkenal.

Athaya dikepung gundah. Ia berada di antara dua pilihan, Ibra yang baik tapi workaholic atau Kelana yang asyik tapi sering menghilang juga karena terikat deadline menulis.

Kisah Athaya ini ringan dan menyenangkan. Sepertinya khas chicklit memang begitu, kan? Dan Octa menuangkannya dalam bahasa yang asyik, segar, dan ngalir banget.

So.. novel ini asyik dinikmati sebagai selingan ringan yang keren. Dan karena ini bukan bacaan bertema berat, pembaca nggak perlu banyak protes dengan adegan serba kebetulan yang terjadi di dalamnya . Dengan riwayat berkali-kali putus cinta, yang membuat nasib kisah cinta Athaya tampak mengenaskan, secara kebetulan ia berjumpa dengan Kelana, cowok yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya. Kemudian Athaya dijatuhi cinta pula oleh Ibra, seorang pria dewasa yang mapan, ganteng, dan penuh perhatian. Lalu kebetulan lagi, Athaya bertemu kembali dengan Kelana.

Tapi kadang hidup memang tak terduga. Hari ini jomblo merana, besok lusa malah bingung karena ketiban dua cinta. Bisa sebaliknya juga, hari bersenang-senang karena cinta, besoknya sesenggukan kehilangan cinta. Jadi, berhati-hatilah.

Ada yang terasa agak maksa juga tentang tokoh Kelana. Konon dia penulis terkenal. Tapi nggak segitunya juga kali ya, sampai launching buku atau book signing berkali-kali di tempat yang sama dalam waktu berdekatan.

Yang aku suka dari novel ini, Octa bermain cantik di deskripsi. Informasi tentang profesi web designer, asyik, nggak cerewet, tapi cukup pas. Kegilaan Athaya pada high heels juga digambarkan menarik. Nggak sekedar suka mengenakannya, tapi high heels menjadi semacam candu yang dibutuhkan saat Athaya ditimpa gulana. Ia akan berburu high heels di mal, menghidu aroma wanginya, lalu memajangnya di dekat komputer sehingga ia bisa tetap bekerja.

Lalu tentang iklan Athaya di blog, ternyata itu menjadi semacam plant harvest, yang kemudian muncul menjadi penyelesaian pada ending kisah ini. Sebuah langkah yang layak diapresiasi.

Hal menarik lainnya yaitu konflik seputar galaunya Athaya yang menyiratkan pesan bahwa cinta harus dilandasi kejujuran. “Daripada lo terus dihantui perasaan lo sendiri. Lagian, semakin lama lo nggak jujur, semakin lama juga lo bikin dia menderita. Apa lo tega kalau dia mengharapkan lo sementara lo sendiri kayak gini? Mendingan lo ngebebasin dia buat nyari orang yang tepat di luar sana.” (halaman 189)

“Lo cinta salah satunya. Lo tahu yang mana. Lo juga tahu bakal menyakiti yang mana. Jadi, mending lo jujur aja.” (halaman 189)

Isu utamanya sendiri terletak pada tagline kovernya: Tunggulah, cinta akan menemukanmu. Artinya cinta akan tiba pada waktunya. So, para pejomblo nggak usah khawatir akan cinta yang tak kunjung datang, karena ia pasti akan menemuimu. Ini hanya tentang waktu.

Cinta itu cukup ditunggu. Tidak perlu dicari. Ketika datang orang dan waktu yang tepat, dia akan ada, dan kamu akan menemukannya. Seperti cinta itu yang juga akan menemukanmu. (halaman 9)

Judul Buku :  Geek In High Heels
Penulis  :  Octa NH
Penerbit  :   Stiletto Book
Jumlah Hal :   205 halaman
Terbit  :  Cetakan I, Desember 2013
ISBN  :   978-602-7572-20-1


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS