Powered by Blogger.
RSS

Melejitkan Potensi Diri Melalui Pembiasaan



 Judul                            : How To Master Your Habits
Penulis                         : Felix Y.Siauw
Penerbit                       : AlFatih Press
Terbit                          :  2013
Jumlah Halaman          : viii + 160 hlm
ISBN                           : 978-602-17997-2-7

 Pepatah mengatakan ‘alah bisa karena biasa’. Meski itu pepatah lama, namun kontennya masih sangat relevan dengan situasi kekinian. Dalam bahasa populer jaman sekarang mungkin pepatah tersebut berbunyi: Kebiasaanmu akan menjadi keahlianmu.

Dalam bukunya yang bertajuk “How To Master Your Habits”, Felix Y.Siauw membahas tentang bagaimana melejitkan potensi diri melalui keahlian yang dimiliki. Caranya adalah dengan menguasai (mastering) habits. Suatu keahlian akan terus terasah dengan baik melalui proses pembiasaan yang kontinyu dan konsisten. Bila seseorang sudah menjalankan habits dengan baik, maka ia akan terpola untuk melakukan habitsnya itu secara terus menerus, dan akan berkembang menjadi suatu keahlian yang mumpuni.

Lalu, apakah itu habits? Habits adalah segala sesuatu yang kita lakukan secara otomatis, bahkan kita melakukannya tanpa berpikir. Habits adalah suatu aktivitas yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi bagian dari seorang manusia. Dia adalah kebiasaan kita. (halaman 13)

Ilustrasi sederhana bisa dilihat pada hewan-hewan sirkus. Mereka berulang-ulang melakukan latihan gerakan-gerakan tertentu, sehingga mahir melakukannya. Bukan karena cerdas, tapi karena terbiasa melakukannya. Itu hewan, apatah lagi kita manusia. Tentu kita akan lebih pandai mengolah habits tersebut. Maka kata kuncinya adalah, practice (latihan) dan repetition (pengulangan). Baik itu terpaksa atau sukarela, jika dilakukan berulang, ia akan bersifat menetap.

Anda ingin mahir berbahasa Inggris? Ingin tekun belajar matematika? Ingin jago berenang? Apa pun keinginan Anda, jadikan keinginan itu sebagai habits. Anda berlatih terus berbicara dalam bahasa Inggris, dan diulang-ulang. Demikian juga membiasakan diri belajar, rutin les berenang, dan aneka kegiatan lainnya. Jadi, menguasai bahasa adalah habits, rajin dan malas pun habits, ramah dan pemarah juga habits, kreatif dan tidak kreatif juga habits, bahkan kaya dan miskin bisa jadi juga hasil dari habits (halaman 21).

Melalui pemahaman akan pentingnya mengendalikan habits pada diri, diharapkan kita bergegas ingin membentuk habits baru. Memang untuk mengawalinya dibutuhkan gaya gerak yang besar. Contohnya pada kereta api yang berjalan meninggalkan stasiun. Dibutuhkan gaya yang sangat besar untuk menggerakkannya, namun setelah bergerak, selanjutnya gaya yang diperlukan tidak sebesar di awal. Semisal Anda ingin membiasakan diri membuat review setiap selesai membaca sebuah buku. Pada tahap awal, boleh jadi Anda tersendat-sendat, namun bila sudah terbiasa, Anda akan lancar menuliskannya. Dan Anda bisa menarik banyak keuntungan dari kebiasaan yang kemudian berkembang menjadi keahlian baru Anda itu.

Setelah menguasai habits, perlu dipahami kemudian tentang bagaimana menjadi yang terbaik dalam bidang yang telah Anda kuasai. Mengapa kita harus menjadi yang terbaik, bagaimana langkah-langkah yang perlu disusun, disertai contoh-contoh kongkrit yang mudah dimengerti, semua dipaparkan jelas dalam buku ini dengan bahasa yang ringan, tanpa perlu mengerutkan kening.

Dengan habits, Anda pun bisa menciptakan keberuntungan. Jangan berharap keberuntungan singgah tiba-tiba. Keberuntungan adalah hasil kali dari kesempatan dan persiapan. Keberuntungan tidak hanya menunggu kesempatan, dia perlu persiapan yang matang. Bila mendapati orang lain sukses sedang kita tidak, bisa dipastikan mereka melatih habits yang tidak kita latih. Seperti ucapan yang masyhur dari Malcolm X, Anytime you see someone more successful than you are, they are doing something you aren’t.(halaman 96)

Buku ini lengkap mengupas segala hal yang berkaitan dengan habits. Pembaca akan memahami tidak hanya definisi dan langkah-langkah yang harus ditempuh, namun juga bagaimana mengatasi hambatan, menciptakan misi dan visi, meniadakan alasan (excuses), mewaspadai bisikan-bisikan yang melengahkan, serta menjaga konsistensi. Maka buku ini cocok sekali dibaca oleh generasi muda demi mengisi masa muda dengan aktivitas yang diiringi keahlian maksimal. Demikian pula bagi generasi pasca muda, karena tidak ada alasan untuk kalah produktif dibanding yang muda. 


# resensi ini dimuat di media islam : edakwah pada tanggal 21 Maret 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perjalanan Seorang Riawani Elyta

Ketika ada pengumuman Quiz Bookpict untuk novel-novel karya Riawani Elyta, aku hanya bisa merana . Bukan karena tidak punya novelnya, tapi memotretnya itu loh.. kebisaanku teramat sangat standar. Apalagi ketika melihat foto jepretan teman-teman untuk lomba ini, sebut saja Mbak Anik Nuraeni, yang hasil besutannya demikian cetar menggelegar.. aku hanya bisa menelan ludah.. glekt! Melipir jauh-jauh lah aku.

Deretan buku-buku karya Riawani Elyta hanya bisa kupandang. Maksud hati ingin menampilkannya, namun apa daya.. ilmu fotografi tak sampai. Lalu.. Mbak Lyta, begitu biasa aku memanggil Riawani Elyta, kembali mengumumkan info mengenai quiz ini, dengan membawa kabar gembira tentang kategori foto original. Mataku pun berbinar.. :)

Sayangnya, binar itu kembali meredup. Apa pasal? Komputer dan laptop di rumah kompak matisuri. Sementara dompetku meringis, maka opsi untuk men-service keduanya harus ditunda hingga menunggu dompetku tersenyum.

Tiba-tiba waktu melesak, deadline pun tampak. Kamis, 13 Maret adalah kesempatan terakhir. Sedangkan pada hari Kamis jadwal mengajarku padat hingga waktu magrib dengan lokasi yang cukup jauh. Akhirnya, pukul 8 malam lewat, aku nekat menuju warnet dengan jarak lumayan. Tiba di sana, ternyata warnetnya sudah mau tutup. Aku meyakinkan si bapak warnet bahwa aku hanya sebentar, hanya memindahkan foto lalu meng-up loadnya di fb. Namun perjuangan belum selesai, Kawan. Komputernya sungguh lola. Dengan remuk redam, aku pun menutup fb, karena proses up load tak kunjung selesai, sementara aku merasa tidak enak karena warnet sudah akan tutup. Ketika membayar biaya rental, si bapak warnet bertanya, "Sudah?" Aku menggeleng lesu. Dan.. oh, si bapak itu berhati mulia, dia menawarkan untuk membantuku. Maka proses up load dimulai lagi di meja si bapak warnet. Dengan menyingkirkan rasa sungkan, akhirnya aku berhasil posting foto untuk Quiz Bookpict Riawani Elyta.

Kupandang lagi foto yang menampilkan deretan buku-buku Mbak Lyta. Ah, betapa perjalanan Mbak Lyta di jalan menulis ternyata berhasil menarikku untuk senantiasa mengikutinya. Sulaman katanya menghasilkan tenunan karya yang indah. Meski kejenuhan sempat menghinggapinya, seperti yang tertulis di blog dan beberapa statusnya, namun Mbak Lyta tidak bisa lepas dari jalan yang telah dipilihnya itu. Jalan itu bernama jalan menulis.

Tidak akan ada yang berubah, pada jalan yang telah kita pilih.. by: Riawani Elyta- Quote dalam "Perjalanan Hati".


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah Cinta dalam Eksotisme Pulau Bintan





Judul Buku                 :  Laguna
Penulis                        :  Iwok Abqary
Penerbit                      :  Gramedia Pustaka Utama
Terbit                         :  Cetakan I, 2013
Tebal Buku                 :  232 halaman
ISBN                           :  978-602-03-0053-5
Harga                         :  Rp. 50.000


Blurb:

Keindahan Blue Lagoon Resort berhasil menyembuhkan luka hati Arneta setelah putus dari Galang. Setidaknya itulah yang dirasakannya sampai kemunculan Mark, sang general manager baru. Ketenangan Arneta terusik karena sikap dingin cowok blasteran itu. Untuk pertama kalinya ada orang yang berani menegur keterlambatan Arneta, meremehkan kinerjanya, dan mempermalukannya di depan para staf.

Kekesalan Arneta semakin menjadi karena statusnya sebagai anak pemilik Blue Lagoon Resort tidak bisa memuluskan rencananya untuk mendepak Mark. Perang dingin di antara mereka berujung pada sebuah pertaruhan terbesar dan ternekat yang pernah diajukan Arneta. Pertaruhan yang perlahan-lahan membuka sisi asli pribadi Mark. Pertaruhan yang membawa Arneta kembali bertemu Galang.
Laguna biru kesayangannya tak lagi tenang. Luka hatiArneta yang lama terkubur kini terusik lagi dengan kehadiran Galang. Namun, ketika mantan kekasih yang sangat dicintainya itu melamarnya di tepi laguna, kenapa Arneta justru memikirkan sosok lain?

Review:
Novel ini adalah salah satu karya finalis Lomba Amore, yang merupakan lomba bergengsi untuk genre Romance yang diselenggarakan oleh GPU. Penulisnya, Iwok Abqary, patut diacungi jempol untuk debutnya di genre ini, setelah sebelumnya banyak menelurkan karya di genre novel komedi dan cerita anak-anak.

Sebagai novel debut, novel ini asyik dinikmati. Bahasanya segar seperti segarnya segelas lime squash yang ada di covernya. Dialognya tidak berlebihan. Selain dialog verbal, suara-suara bisikan hati, menyempurnakan keasyikan yang dibangun oleh cerita ini.

Settingnya menarik, membidik panorama eksotis negeri sendiri. Pulau Bintan, sebuah destinasi wisata yang cantik dan belum se-menor Bali. Deskripsi keindahannya cukup tersampaikan. Pembaca bisa membayangkan tenang dan nyamannya laguna tempat Arneta melarungkan serpih demi serpih rindunya. Tempat yang senyap dengan segala pesona ajaibnya yang melenakan: debur ombak, desir angin, pekik camar, riak gelombang, gemerisik dedaunan nyiur, palem, dan ketapang, lengkap dengan payung langit biru yang membentang sempurna. Benar-benar tempat yang tepat untuk meluruhkan segenap kenangan pahit yang mengendap dari masa lalu.

Riset untuk novel ini, terlihat cukup mendalam. Penulis fasih membeberkan seluk-beluk bisnis resor, terutama yang berkaitan dengan divisi marketing. Di divisi itulah Arneta bekerja. Pembaca jadi tahu, bagaimana strategi pemasaran sebuah usaha resor dalam menggaet klien, model promo yang dilakukan, termasuk istilah dalam kegiatan promo, semacam sales call.

Selain bagian-bagian serius,novel ini pun diwarnai unsur kocak. Bukan ngocol yang konyol, tapi semacam bumbu penyedap yang membuat novel ini menjadi lebih renyah. Bagian-bagian yang lucu ini tidak dibuat-buat, tapi memang hadir alami. Misalnya: dialog-dialog chatting Arneta dengan Ayu, sahabatnya yang tinggal di Bandung, juga saat adegan Arneta yang kepergok memotret Mark dengan sembunyi-sembunyi.

Menarik juga bagaimana penulis menggerakkan tokoh-tokohnya. Tidakada yang saling mendominasi. Galang, yang sesungguhnya merupakan ‘biangkerok’ penyebab terdamparnya Arneta di Bintan, hadir di bagian nyaris penghujung cerita. Penulis memilih untuk tidak cerewet menceritakannya di awal, dan ketika dia muncul, tidak terkesan ujug-ujug hadir juga. Karena sudah disiratkan sebelumnya tentang kebiasaan Neta yang suka menyendiri di laguna, dan itu penyebabnya tidak jauh dari urusan cinta.

Karakter Arneta dan Mark merupakan kombinasi yang pas. Masing-masing memiliki kekuatan karakter yang khas dan tegas. Mereka berinteraksi dalam alur yang terjaga. Ketika terasa ada semacam plothole, ternyata di bagian selanjutnya ada penjelasan yang menutupi lubang tersebut. Semisal tentang Galang yang dikatakan percaya diri, tapi kok berkelit dari sebuah komitmen? Bukankah itu menunjukkan ketidakpercayadiriannya? Rupanya kemudian disebutkan bahwa Galang berasal dari keluarga sederhana dan ia ingin berupaya menapaki jalan sukses agar tampil sebagai pemenang di hadapan keluarga Arneta yang kaya raya.

Tidak sekadar mengedepankan perkara cinta, Laguna juga meniupkan semangat pantang menyerah. Betapa sebuah target yang dicanangkan, harus diperjuangkan dengan program yang matang dan terencana baik. Sebuah tantangan harus dijawab dengan kerja keras dan prestasi. Karena dunia kerja membutuhkan orang-orang yang berdedikasi tinggi. Bila itu dipenuhi, maka keberhasilan yang gemilang akan dicapai.

Unsur kebetulan dan aroma sinetron tercium juga dalam novel ini. Perseteruan sengit antara Arneta dan Mark, lalu adegan pertemuan kembali Galang, rasanya klise. 

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, novel ini layak direkomendasikan karena cukup menghibur. Iwok Abqary berhasil membangkitkan sisi romantisme yang terkubur di dirinya, sehingga dalam proses kreatifnya bisa menghasilkan novel romance yang manis, segar, dan menyenangkan. Meski tidak bertabur diksi yang memukau, tapi tidak menghilangkan unsur ke-amore-annya.

#resensi ini dimuat di media rimanews.com pada tanggal 9 Maret 2014
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bila Dewa Jatuh Cinta





Judul buku      : First Couple in Love
Penulis             : Hanna Natasha
Penerbit           : Qanita
Tahun terbit     : Cetakan I, September 2013
Tebal               : 212 halaman
ISBN               : 978-602-9225-97-6
Harga              : Rp. 47.000

Dalam fiksi, cinta bisa menyapa siapa saja. Tak terkecuali dewa. Meski kedigdayaannya tak tertandingi dalam tugas utama melindungi bumi, namun sang dewa tidak kuasa meredam getar-getar cinta yang menyerbu, apalagi melenyapkannya. Sebab sesungguhnya para dewa dilarang jatuh cinta. Sangsi berat menanti bila hal tersebut dilanggar.

Setidaknya itulah gambaran para dewa yang dikisahkan dalam novel remaja “First Couple in Love”. Ada Kaori (Dewa Air), Masato (Dewa Api), Take (Dewa Angin), dan Hiro (Dewa Tanah). Mereka adalah manusia pilihan yang diangkat menjadi dewa penjaga dan pengendali keseimbangan keempat elemen bumi. 

Awalnya mereka tidak saling mengenali satu sama lain. Namun ada ciri khusus berupa tato deretan segitiga tak terputus yang melingkar pada lengan kanan, yang memiliki warna sesuai elemennya masing-masing. Kaori memiliki tato berwarna biru, Masato berwarna merah, Take berwarna abu-abu, dan Hiro berwarna cokelat.  Hingga akhirnya pada satu kesempatan, tato itu terlihat dan keempatnya mengetahui keberadaan masing-masing.

Dewa tertinggi, Raja Akita, menitahkan tugas khusus kepada Kaori untuk melindungi Ayana Kinoshiri, gadis misterius yang berusaha bunuh diri. Suatu malam, Ayana mencoba untuk mengakhiri hidupnya di atas rel kereta. Ia merasa tidak lagi sanggup menanggung beban hidup akibat keluarganya yang broken home. Ibunya pergi sehingga ia hidup bersama ayahnya yang berperilaku buruk. Saat kereta melintas dan nyaris melindas tubuhnya, Kaori mendorong dan Ayana pun selamat.

Ternyata kemudian Ayana menjadi siswa baru di sekolah tempat keempat dewa itu bersekolah (halaman 19). Ia duduk di bangku sebelah Kaori. Namun Ayana selalu jutek pada perhatian Kaori. Ia sangat tidak peduli pada lingkungan sekitarnya, tidak mau bergaul, dan bersikap seenaknya kepada sensei. Berkali-kali ia dikeluarkan dari kelas gara-gara makan, tidur, tidak membawa buku pelajaran, dan lain-lain.

Kaori bingung menghadapi Ayana, tapi ia tetap berusaha menjaga dan melindunginya, meski Ayana tampak terganggu.  Ketika Ayana mencoba bunuh diri untuk kedua kalinya, ia malah membentak Kaori yang kembali menyelamatkannya (halaman 60). 

Namun akhirnya hati Ayana tersentuh oleh perhatian tulus Kaori. Ini terjadi ketika Kaori melindunginya dari hukuman sensei akibat Ayana memecahkan tabung reaksi di ruang praktikum. Kaori mengaku bahwa dirinyalah yang melakukan.

Kecantikan dan kemisteriusan Ayana membuat Kaori jatuh cinta kepadanya. Dan gayung bersambut, meski keduanya belum saling mengungkapkan. Tentu saja hal ini membuat Raja Akita marah, karena Kaori melanggar aturan bahwa dewa dilarang jatuh cinta. Hukuman mati pun membayangi Kaori.

Kisah cinta yang dibalut oleh nuansa fantasi ini, terasa khas remaja. Diwarnai dengan hal-hal yang dekat dengan dunia remaja, di mana keempat dewa tersebut dalam wujudnya sebagai remaja murid sekolah menengah, adalah juga anak-anak band. Band Orpheus, namanya. Kaori sebagai pemain bass, Masato sebagai vokalis, Take sebagai pemukul drum, dan Hiro sebagai pemetik gitar.

Dilengkapi pula dengan bumbu-bumbu intrik yang biasa terjadi di kalangan remaja, seperti persaingan antar siswa, yang dilakukan oleh gank Sakura terhadap Ayana. Selain itu juga hadir konflik persahabatan, di mana Kaori harus bersaing dengan Hiro, yang ternyata jatuh cinta kepada Ayana.

Setting Jepang tampak sangat kental terasa. Makanannya, beberapa panggilan khas, alat musik, hingga Festival Sapporo dan Danau Mashu, salah satu danau terindah di dunia, dideskripsikan dengan jelas.

Sayangnya, ada beberapa kekurangan pada novel ini, seperti kurangnya penjelasan mengapa Ayana pindah sekolah ke sekolah keempat dewa tersebut. Kemudian logika yang dipaksakan tentang ibu Ayana yang meninggalkan putri semata wayangnya. Akan terasa lebih logis bila ibu Ayana kabur dengan membawa serta Ayana. 

Di luar kekurangan tersebut, novel yang ditulis oleh penulis yang berusia masih belia ini, sangat pas dibaca oleh penggemar romance remaja dan penyuka hal-hal yang berhubungan dengan Jepang. Bagaimana kelanjutan kisah cinta sang dewa, silakan membaca novel imajinatif ini.

#resensi ini dimuat di media indoleader.com


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS