Powered by Blogger.
RSS

Perjalanan Hidup Dari Driver Menjadi Trainer




Judul                          :  Metamorfosa – Change Your Life, Touch Your Dream
Penulis                        :  Rahman Patiwi
Penerbit                      :  Mizania (Mizan Grup)
Tebal Buku                :  166 halaman
Terbit                         : Mei 2014
ISBN                           :  978-602-9255-87-4
Alam mengajarkan tentang ulat buruk rupa yang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu cantik yang menarik dipandang mata. Pembelajaran yang bisa ditarik dari proses tersebut, bahwa hal yang buruk bisa berubah menjadi sesuatu yang luar biasa indah. Hal ini berlaku juga pada kualitas hidup dan pencapaian seseorang. Ketika berada di titik rendah, harus dipacu semangat untuk berusaha naik ke titik yang lebih tinggi. Jangan ragu untuk memancang mimpi.
Demikian yang dialami Rahman Patiwi. Posisinya sekarang sebagai trainer andal, bermula dari mimpi yang dibangunnya ketika berprofesi sebagai sopir angkot. Siapa sangka, impiannya kemudian mewujud nyata.
Rahman Patiwi membagi perjalanannya bermetamorfosa dalam buku setebal 166 halaman. Selain bertutur tentang perjalanan hidupnya, diuraikan juga bagaimana proses transformasi dari no-one to someone. Bagaimana mempertahankan keyakinan untuk menggapai mimpi di tengah cibiran dan cemoohan orang. Sebaiknya kamu ngaca, Man! Impianmu harus realistis. Jangan berlebihan. Kamu bagaikan pungguk merindukan bulan. Sudah bisa makan, ya syukur. Jadi orang itu sing bersyukur, udah punya kerjaan, kok belum puas. (halaman 79)
Buku ini diawali dengan kisah masa kecilnya yang dibelit kemiskinan. Sehari-hari ayah ibunya berjibaku di sawah. Rahman pun mau tidak mau harus membantu keduanya, dan melupakan keinginannya untuk bermain dengan teman-teman sebaya. Meski hidup serbasusah, ibunya tidak pernah mengeluh, dan ayahnya gigih membanting tulang demi keluarga. Kehidupan masa kecilnya itu sangat berperan dalam membentuk pribadi Rahman di masa mendatang.
Selepas SMA, Rahman berkeras untuk hijrah ke Makassar, ingin melanjutkan kuliah. Meski awalnya sangat keberatan, akhirnya orangtuanya mengizinkan untuk kuliah. Saya berusaha meyakinkan bahwa urusan rezeki, sepanjang kita berusaha, Tuhan pasti menuntun pada kemudahan. Tekad dan kesungguhan saya benar-benar bulat, siap dengan segenap resiko di perantauan. (halaman 63)
Perjalanan hidup selanjutnya penuh dengan ujian kesabaran. Seharian lelah menyopir angkot namun pendapatan minus. Di tengah tekanan hidup itu, Rahman yakin akan terjadi ledakan dahsyat yang bernilai positif.
Selama menyopir, di dalam angkot senantiasa terdengar siaran dari radio SmartFM. Siaran tersebut tentang motivasi hidup dengan pembicara ternama, seperti: Hermawan Kartajaya, Tung Desem Waringin, Anthony Dio Martin, Ayah Edy, dan lain-lain.
Materi siaran itu disimpulkan dan didokumentasikan oleh Rahman dalam bentuk artikel yang berfungsi sebagai penyemangat. Salah satunya seperti ini: Man, pendapatan boleh kecil, profesi boleh rendahan. Tapi, jika kamu tidak mendapatkan sesuatu yang lebih setiap hari, dan sikapmu tidak berbeda dengan teman-teman seprofesimu, jangan pernah bermimpi terjadi perubahan dalam hidupmu. (halaman 77)
 Selain mengasah diri dengan pengetahuan dari SmartFM, Rahman pun meluangkan waktu untuk membaca. Buku “Change Your Thinking, Change Your Life” karya Brian Tracy, sangat menginspirasinya.
Selanjutnya, dengan keinginan kuat, pelatihan dengan harga tiket hampir 3 juta rupiah, berhasil diikutinya. Kemudahan-kemudahan dibukakan Tuhan. Dalam kesempatan itu, Rahman bertemu dengan Jamil Azzaini. Di bawah gemblengan trainer hebat itu, Rahman mulai menapaki kehidupan baru sebagai seorang trainer, dan mengucapkan selamat tinggal driver.
Langkah demi langkah berikutnya mematangkan kualitasnya. Berbagai seminar dan pelatihan mengundangnya sebagai narasumber, datangnya ajakan road show ke beberapa daerah, permintaan mengisi talk show di radio, dan sebagainya.  Rahman pun semakin sering bertemu dengan orang-orang hebat.
Berbagai pengalaman pahit yang pernah dilalui, menyadarkannya bahwa tak ada pengorbanan yang sia-sia. Tuhan senantiasa membayar segenap ikhtiar hambaNya. Kini, melalui lembaga bernama “Breaking Life Institute” yang didirikannya, Rahman berusaha menebar manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Hadir rasa bahagia yang tak ternilai ketika bisa berbagi, menginspirasi, lalu mendapati banyak orang mengalami perubahan dalam hidup mereka. Tujuan awalnya hanya ingin menolong diri sendiri, kini ia mampu membantu orang lain.  
Dalam buku ini terdapat banyak kiat untuk hidup lebih baik, mengubah diri dari biasa menjadi luar biasa, dari tak berharga menjadi istimewa. Buku ini mengajak Anda melakukan 3 hal penting, yaitu: memiliki big dream, menyambutnya dengan keyakinan, dan bertindak nyata.

#Resensi ini dimuat di media smartmomways.com pada tanggal 30 Oktober 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cara Sederhana Menemukan Keajaiban


Judul Buku                :  Menciptakan Keajaiban Finansial
Penulis                        :  Innuri Sulamono
Penerbit                      :  Indah Setya
Terbit                         :  Cetakan Pertama, Maret 2013
Tebal Buku                :  236 halaman
Ukuran                       :  12 x 18 cm
ISBN                           :  978-602-17304-1-6
Harga                         :  Rp. 50.000

Keberadaan blog pada masa kini tidak sekadar wadah menulis yang bisa dinikmati oleh sesama blogger. Beberapa penerbit melirik blog-blog yang menarik, lalu membukukannya, dan.. wow.. buku tersebut mendapat sambutan meriah dari pembaca. Sebut saja buku-buku Raditya Dika yang berseri-seri karena demikian digemari, dan ‘Perempuan Pencari Tuhan’-nya Rindu yang juga ada lanjutan seri-nya sebab seri pertama yang direspons dengan sangat baik oleh pembaca.

Belum lama ini hadir pula buku ‘Menciptakan Keajaiban Finansial’ yang berangkat dari kumpulan blog berisikan tulisan-tulisan ringan namun bertenaga. Adalah Innuri Sulamono yang bertutur tentang pengalaman dalam episode kehidupannya saat terpuruk secara finansial. Langkah-langkah yang ditempuhnya untuk bangkit, sikap yang dilakukannya, pemikiran yang dikembangkannya, semua terangkai dalam kalimat-kalimat sederhana yang terasa mengena dan mudah dipahami.

Buku ini terdiri dari lima bab. Bab pertama, bertajuk “Terlepas dari Jerat Hutang” yang berisi empat tulisan. Berkisah tentang episode terlilit hutang yang membuat hidup seakan terasa beraat. Namun sungguh mencengangkan bagaimana penulis menyikapinya. Jangan punya keinginan hutang itu segera lunas, tapi tumbuhkan keinginan untuk memperoleh ridha Allah saja (halaman 13). Untuk meraih ridho Allah itu haruslah diawali dari diri kita sendiri yang senantiasa merasa ridho dengan segala pemberianNya. Apa pun kondisi yang dialami, kita harus rela, harus suka, meski kondisi itu tidak menyenangkan. Termasuk di dalamnya kondisi berhutang.

Bab dua, diberi judul “Keajaiban Finansial”. Di dalamnya mengulas formula yang dilakukan penulis dalam geliat tumbuh kembang bisnisnya yang bangkit dari keterpurukan. Lalu Bab 3, berjudul “Kebaikan”, tentang bagaimana penulis konsisten (istiqomah) berbagi dan memanage kebaikan. Pada Bab 4, memuat “Kisah Inspirasi”. Ada kisah seorang buta huruf dengan 600 pekerja, perampok yang bertobat, juga bagaimana dulu penulis ‘menuhankan’ suaminya sendiri, serta beberapa kisah menyentuh lainnya. Terakhir, Bab 5 berisi “Renungan”, bagaimana kita menempatkan diri dalam hidup, sebagai hamba Allah-kah, atau sebagai hamba materi?

Saya betul-betul bersyukur bisa mendapatkan buku ini. Alhamdulillah hadiah lomba resensi. Tapi pertama kali mengetahui keberadaan buku ini dari tulisannya Mbak Leyla Hana di blognya tentang resolusi 2014, yang menukil buku ini. Pada waktu itu saya sudah tertarik, dan subhanallah.. Allah menghadiahkannya untuk saya melalui tangan Mbak Eni Martini.

Lembar demi lembar saya telusuri, seluruh tulisannya bernada inspiratif. Gaya penyampaiannya santai, tidak menggurui, tapi mengandung kompor alias memotivasi. Mengambil contoh-contoh dari kisah keseharian yang dekat dengan kita, tentang pengamen, tukang sayur, tetangga yang doyan ngutang, pedagang asongan, pun tak ketinggalan interaksinya dengan anak-anak dan suaminya.

Banyak quote bertaburan dalam buku ini. Lagi-lagi kalimat yang sederhana, tak berhias diksi yang penuh aksi. Semisal: Merugikan orang lain berarti merugikan diri sendiri, menolong dan membantu orang lain berarti menolong diri sendiri (halaman 78). Sederhana, bukan? Lalu diiringi dengan pemaparan peristiwa yang berkenaan dengan quote tersebut. Terasa mengena dan membukakan mata serta hati. Diajaknya pembaca mengikuti keajaiban-keajaiban yang menyertai peristiwa tersebut. Betapa Maha Kuasa Allah, maha mengejutkan anugerah dan rezeki yang dilimpahkan kepada hambaNya yang senantiasa ikhlas berbuat kebaikan.

Demikian yang mengalir dalam tulisan-tulisan seorang Innuri. Tidak sarat dengan teori-teori yang membuat kening berkerut. Meski ada menyelipkan nukilan pendapat para pakar, semisal: Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu, Hukum Newton III, dan lainnya, namun bahasanya tetap membumi. Tak ketinggalan pula petikan ayat-ayat Al-Quran yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Semua menjadi lengkap, seperti sajian empat sehat lima sempurna.

Dari keseluruhan tulisan yang menyentuh dan menyemangati ini, saya paling terkesan pada tulisan yang berjudul “Tertipu Angka-angka”. Tulisan ini benar-benar menonjok saya, dalam pengertian positif. Betapa seringkali angka-angka itu menipu dan membuat susah.

Dalam tulisan tersebut diceritakan bahwa penulis mendengar keluh kesah seorang penjual nasi pecel yang terlilit hutang sebesar lima juta rupiah. Setelah itu penulis bertemu dengan temannya yang mengalami kebangkrutan parah. Tanahnya yang ‘berceceran’ di mana-mana, serta rumah megah laksana istana, harus direlakan demi melunasi hutang dan itu masih belum cukup. Sementara penulis sendiri hutangnya mencapai ratusan juta. Nah, bagi tukang pecel, hutangnya demikian menyulitkan, sedang bagi penulis jumlah segitu tidak sebanding dengan hutangnya yang ratusan juta. Namun bagi teman penulis, tentu hutangnya yang bermilyar rupiah itu pastilah paling berat. Ini membuat saya tercenung. Apalah arti angka-angka itu, karena sesungguhnya yang harus diyakini adalah Allah memberikan ujian itu sesuai dengan kapasitas masing-masing hambaNya. Yang penting kita yakini bahwa sebaik-baik penolong hanyalah Allah. Mau hutang seberapa pun jumlahnya, semua kecil saja bagi Allah. Apa sulitnya bagi Allah, menjadikan hutang itu lunas.

Saya lekas beristighfar. Teringat ketika pertama kali mengetahui buku ini, Mbak Leyla bilang, ini penulisnya terbebani hutang besar tapi mampu bangkit. Lalu ketika saya tahu hutangnya ratusan juta, sebuah pikiran buruk melintas, “Ooh.. baru ratusan juta.. belum M seperti keterpurukanku...” Astaghfirullah... betapa saya mengutamakan jumlah angka, merasa memiliki beban lebih berat, padahal bagi Allah, jumlah sebanyak apa pun bukan hal yang berat untuk menjadikannya lunas.
Setelah itu, saya jadi selalu teringat dan memegang contoh keikhlasan penulis dalam menyerahkan segenap permasalahan hutangnya kepada Allah. Sebuah lantunan kepasrahan yang indah: Ya Allah, aku sungguh tidak sanggup menyelesaikan hutangku, tapi Engkau bisa. Aku pasrahkan semua hutangku kepadaMu, terserah bagaimana Engkau menyelesaikannya. Biarkan aku bersenang-senang dengan banyak mensyukuri nikmatMu dan ijinkan aku berbuat kebaikan karenaMu (halaman 11-12).
Ajaib, saya pun menjalani hidup dengan lebih tenang. Setiap hari melakoni pekerjaan dengan lebih bahagia. Karena toh berkeluh berkesah tak mengubah masalah. Sekarang saatnya memantaskan diri di hadapan Allah. Apa yang ada dinikmati, disyukuri. Sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, mempersembahkan yang terbaik di hadapanNya.

Himpitan persoalan itu memang perlu kita alami, agar kita punya pengalaman bahwa Allah itu selalu menolong dan hanya Dia satu-satunya penolong (halaman 22). Subhanallah... dalam masalah yang begitu rumit dan pelik, di sana ada pertolongan Allah. Tak akan pernah Allah membiarkan kita terjerat masalah berat, tanpa campur tangan bantuanNya di dalamnya, asal kita sungguh-sungguh bergantung dan memohon dengan segenap ketundukan. Dalam kungkungan masalah, toh saya masih dapat berpikir, dapat mengatur langkah, menyelamatkan anak-anak, dan lainnya. Bukankah itu bentuk pertolongan Allah?

Ada lagi satu point yang saya garisbawahi dari buku ini, yaitu tentang bersedekah. Meski saya belum bisa seperti penulis yang ketika punya uang lima ratus ribu, sedekahnya empat ratus ribu. Pernah saya mengalami kebingungan, ketika masih di awal bulan, uang tinggal dua ratus ribu, lalu bismillah saya sedekahkan seratus ribu. Dan benar yang dikatakan penulis bahwa pertolongan Allah kemudian berjatuhan, penuh keajaiban dan kadang tidak masuk akal.

Maka buku ini benar-benar hadiah dari Allah untuk saya. Ia mengajarkan banyak hal dengan caranya yang sederhana namun menghunjam. Mencerahkan tapi tidak menyilaukan. Seperti judulnya yang mengandung kata keajaiban, saya pun kecipratan keajaiban itu. Dan semoga Anda pun mendapatkan keajaiban setelah membaca buku ini. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menyelami Jiwa Anak-anak Panti Asuhan




Judul      : Pangeran Bumi Kesatria Bulan
Penulis   : Ary Nilandari
Penerbit : Qanita - Mizan
Cetakan : Pertama, Juli 2014
Tebal     : 320 Halaman
ISBN     : 978-602-1637-38-8

Tidak semua anak dapat mengecap kebahagiaan hidup bersama kedua orangtua yang menyayanginya. Ada yang ‘terpaksa’ harus hidup di sebuah panti asuhan. Mereka menjalani keseharian bersama anak-anak yang lain yang senasib, di bawah asuhan seorang Ibu Panti. Suka duka mereka jalani tanpa kehadiran orangtua kandung.

Sangat menarik, novel “Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan” membidik kehidupan anak-anak panti asuhan. Ada Maylana (Maya), Juno, Augy, Septi, Okta, yang berada di bawah pengasuhan Bunda Wulan. Lima tokoh yang masing-masing memiliki karakter yang kuat.

Selain menyuguhkan kisah cinta yang manis dan lembut yang dialami Maylana (Maya), novel ini kental memuat nilai-nilai humanis. Bunda Wulan yang berhati emas, setulusnya mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak yang tak ber-ayah bunda. Ia berjuang tanpa pamrih agar anak-anak asuhnya beroleh kebahagiaan. Dan ketika mereka mendapatkan orangtua yang cocok yang berminat mengadopsi, Bunda Wulan melepasnya ikhlas.

Bunda Wulan mempunyai tradisi yang aneh. Memajang setiap foto anak asuhnya, paling disukai saat berusia tujuh bulan. Lalu ketika seorang anak diadopsi, fotonya akan diturunkan dari dinding, disimpan, dan dilupakan. Seakan dengan demikian, Bunda memutuskan akar panti asuhan dari kehidupan anak tersebut. Secara simbolik, Bunda melepaskan anak itu untuk melupakan asalnya. Anak-anak datang dan pergi, foto-foto baru dipajang dan diturunkan, tetapi foto lima bayi itu, tetap menghuni dinding (halaman 24).

Ketulusan dan keikhlasan Bunda Wulan merepresentasikan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.  Demikian sejatinya seorang ibu. Hanya memberi tak harap kembali. Meski status anak-anak sebatas anak angkat, namun Bunda Wulan mencurahkan segenap kasih sayangnya tak bersisa.

Kegigihan  anak yatim piatu tampil melalui sosok Maylana (Maya). Ia menolak imej anak yatim piatu sebagai anak yang hanya pantas dikasihani. Sejak kecil, sikap mandirinya sudah tampak. Riwayat bekerjanya dimulai sangat dini. Ia menjadi pembaca buku bagi seorang manula, saat usianya sembilan tahun. Lalu bekerja di restoran, pada usia dua belas tahun. Kemudian pada usia tiga belas, pindah kerja di usaha katering disambi menjadi babysitter pada beberapa keluarga. Setelah itu bekerja di salon. Masa SMA, Maylana menjadi guru bimbel. Ia berhasil membeli sedan Baleno bekas dengan tabungannya sendiri pada usia delapan belas. Selepas SMA, Maylana kuliah di Teknik Industri ITB dan tetap menekuni pekerjaan sebagai guru bimbel.

Di luar kebiasaan, dalam statusnya sebagai gadis kuliahan, Maylana sudah mempunyai keinginan untuk mengadopsi.  Ia ingin menjadi orangtua angkat bagi Septi dan Okta. Proses pengangkatan anak secara hukum, dipaparkan dalam novel ini. Aspek legal pengangkatan anak oleh wanita yang belum menikah, dijelaskan dalam dialog Maylana dengan seorang praktisi hukum. Hal tersebut dibahas baik dari sisi umum juga dalam hukum Islam.

Lalu ada sosok Juno, seorang pria tangguh yang mampu menerima kehadiran ibu kandungnya, meski pertemuan mereka terjadi saat usia Juno sudah remaja. Kondisi ibunya yang labil, tidak menggoyahkan rasa sayang kepada ibu kandungnya tersebut. Juno tetap mendampingi dan melindunginya.

Kemudian, anak yatim piatu lainnya adalah si kembar Septi dan Okta. Betapa Septi demikian sayang kepada adik kembarnya yang menderita sindrom Asperger, yang mirip dengan autisme. Sepeti begitu tulus menjaga Okta.

Satu lagi, tokoh anak yatim piatu ini adalah Augy. Kondisinya sangat mengenaskan saat ditemukan ketika masih bayi. Terlahir sebagai bayi prematur, dan dibuang ke tumpukan sampah dengan tali pusar masih melekat. Darah dan air ketuban kering menodai sekujur tubuhnya, yang dibungkus dengan lapisan koran. Di usianya yang ke-14 tahun, kemudian Augy bisa mendapat pekerjaan sebagai pramusaji kafe, yang dilakoninya sepulang sekolah.

Kondisi yang dialami anak-anak yatim piatu yang melewati harinya di panti asuhan kerap tak terlintas di benak. Novel ini menggedor kesadaran pembaca, bahwa mereka ada dan butuh uluran tangan kita agar dapat hidup bahagia selayaknya anak-anak lain yang memperoleh curahan kasih sayang dari orangtua. Mereka dengan segala permasalahan yang mengikutinya, berjuang di tengah kepiluan hati karena merasa terbuang.

Melalui tokoh Okta, pembaca bertambah wawasan mengenai penderita sindrom Asperger, yang merupakan gejala kelainan perkembangan saraf otak. Penyandangnya memiliki kecerdasan dan perkembangan bahasa yang normal, hanya gagap dalam hubungan sosial dan kurang cakap berkomunikasi (halaman 47). Okta juga menderita Hemifacial Micromia. Jenis-jenis kelainan ini mengingatkan pembaca akan arti syukur.

Yang menarik lainnya yaitu penyerangan Augy terhadap sebuah stasiun TV swasta yang menayangkan liputan tentang bayi terbuang. Peristiwa ini melibatkan pihak berwajib dan membutuhkan advokasi dari kuasa hukum. Augy terusik karena liputan itu menampilkan presenter dengan pakaian dan dandanan pesta. Meski sang presenter menyatakan keprihatinannnya, tapi nada dan suaranya bertolak belakang. Wajahnya sering di-close up menampilkan senyum dan binar mata menggoda. Menurut Augy, gambar-gambar yang ditayangkan sangat mengerikan, tapi presenter yang cantik itu membawakan berita dengan nada seakan mengajak penonton menyaksikan karnaval.

Peristiwa Augy itu menggugah kesadaran bahwa hal-hal yang menyedihkan, mengenaskan, memilukan, kerap menjadi santapan media. Sayangnya, ada media yang tidak bertanggung jawab mengenai dampak psikologis yang ditimbulkan dari pemberitaan tersebut. Apalagi bila ditambah dengan cara pembawaan presenter yang miskin empati. Anak-anak yatim piatu yang mengalami kondisi terbuang, justru merasa teriris hatinya.

Novel ini recommended karena selain isinya yang bagus, juga ditulis dengan bahasa yang indah. Kalimat-kalimatnya tidak membosankan dan enak dibaca. Penuturannya runut dan sistematis. Penokohan dengan karakterakter yang kuat menjadi point istimewa dari novel ini. “Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan” menggambarkan kekuatan dan semangat, juga kisah cinta yang menggemaskan dengan keharuan yang manis.

Sebaris kalimat yang menyentak tertulis pada halaman awal novel ini : Terbuangkah aku? Mengapa? –anonim di dalam kardus di tempat sampah.

#Resensi ini dimuat di media smartmomways.com pada tanggal 7 Oktober 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS