Judul :
Bitterballen Love
Penulis :
Allana Izarra
Penerbit : PT
Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 184 halaman
Cetakan : Pertama, Mei 2015
ISBN :
978-602-03-1578-2
Ada
banyak hal yang membuat orang tertarik untuk membeli novel. Bisa karena
covernya yang membetot perhatian, atau karena endorsernya seorang yang populer
jadi bikin penasaran ceritanya kayak apa, dan beragam alasan lain. Uniknya,
baru kali ini saya tertarik pada novel karena nama penulisnya. Saya baru
mendengar nama ini. Alana Izarra. Hmm.. nama yang manis. Entah kenapa, saya
membayangkan hasil karya seorang Alana Izarra ini tentu semanis nama
penulisnya. Apakah dugaan saya terbukti? Yuk, ikuti cerita saya tentang novel
ini.
Kisah
langsung dibuka dengan konflik. Aliya yang berjualan makanan di dalam kelas
mendapat cibiran tajam dari Vanya.
“Wah, wah, wah, ada yang gelar
lapak lagi rupanya. Kelas jadi berasa pasar deh setiap jam istirahat.” (halaman
9)
Rupanya
memang peraturan di SMU mereka itu, yang boleh berjualan hanya pihak kantin. Makanya Vanya merasa punya alasan kuat buat nyolot ke Aliya.
“Setidaknya gue menghargai apa yang
ditulis pihak sekolah dan dipajang besar-besar di pintu gerbang. ‘Pedagang apa
pun dilarang masuk lingkungan sekolah’. Dan itu peraturan sekolah. Paham?”
(halaman 10)
Aliya
sendiri berjualan bukan tanpa alasan. Keluarganya butuh uang. Karena pencari
nafkah keluarga cuma ibunya yang berjualan di warung kecilnya. Ayahnya tidak
ada. Kehidupan mereka sungguh sederhana. Berlawanan dengan hidup Aliya
sebelumnya. Yup! Dulu Aliya termasuk kalangan berada. Rumah mewah, mobil,
barang-barang bagus adalah bagian dari hidup Aliya.
Dengan
keahliannya memasak, Aliya mencoba membantu perekonomian keluarga dengan
berjualan nasi uduk, mie goreng, risoles, dan lumpia, di kelas. Aliya tahu,
perbuatannya melanggar peraturan sekolah, tapi ia terpaksa melakukannya. Dan
teman-temannya banyak yang suka. Terutama kedua sahabatnya, Zia dan Chika.
Sepandai-pandai
Aliya menutupi, akhirnya ketahuan juga. Walikelasnya, Bu Hilda, menegur dan
melarangnya berjualan.
“Megapa pihak sekolah hanya
mengizinkan kantin yang berjualan di lingkungan sekolah? Karena pihak sekolah
ikut bertanggung jawab atas kesehatan kalian selama berada di sekolah. Pihak
sekolah berusaha keras untuk mendapatkan pengertian masyarakat di sini agar
tidak berjualan di sekitar sekolah. Dan kami tidak mau peraturan ini justru
dilanggar oleh pihak internal.” (halaman 41)
Di
tengah kesedihan Aliya karena sumber penghasilannya terhenti, konflik dengan
Vanya semakin meruncing. Pada pagi yang hujan, Aliya tidak sengaja membuat
Vanya terjatuh sehingga baju dan tasnya kotor. Vanya marah besar. Kata-katanya
menusuk hati Aliya.
“Lo pikir tas ini murah? Lo jualan
nasi uduk setahun juga nggak bakalan mampu beli tas model begini!”
(halaman 54)
Aliya
semakin tersungkur dalam kesedihan. Pada saat itulah, Zia muncul dengan ide
cemerlangnya. Mereka mendatangi kantin, melobby kemungkinan Aliya bisa menitip
dagangannya di sana. Dengan dukungan penuh dari kedua sahabatnya, Aliya kemudian
mengirimkan contoh makanan hasil buatannya. Ternyata pihak kantin menilai
makanan Aliya layak untuk diterima.
Selanjutnya
Aliya rutin menitipkan makanannya di kantin. Risoles dan bitterballen buatan Aliya selalu diserbu. Laris manis. Bentuk bitterballen yang bulat, dengan
kreatifnya diubah oleh Aliya menjadi bentuk hati. Jadilah namanya, bitterballen love.
Sementara
itu, Bu Hilda pun memesan risoles untuk acara arisan di rumahnya. Aliya suka
cita menerima order itu. Tapi ketika mengantarkan pesanannya, Aliya kaget
karena di gerbang rumah Bu Hilda ia disambut oleh cowok yang selama ini ia
benci. Namanya Danur. Selama ini Aliya selalu menghindari Danur di sekolah. Sikapnya
selalu jutek kepada cowok ganteng itu. Hal ini membuat penasaran kedua
sahabatnya, Zia dan Chika.
Rupanya
urusan dengan Danur, masih terus berbuntut. Vanya yang jelita, merasa terganggu
karena ia naksir Danur. Didorong rasa cemburu, Vanya membeberkan sebuah fakta
yang membuat Aliya ternganga. Aliya kaget bukan kepalang.
Selain
dibelit masalah-masalah di sekolah, Aliya juga tak bisa lepas dari masa
lalunya. Ia tak mau berdamai dengan ayahnya. Ayah yang membuat kehidupannya
berbalik.
Dari
novel ini, pembaca akan menemukan nilai-nilai kesungguhan. Bahwa berjuang keras
adalah sebuah keniscayaan. Betapa Aliya berjibaku membagi waktu antara belajar
dan memasak, hingga akhirnya menjadi pengisi tetap menu jajanan di sekolah dan
menerima banyak pesanan untuk acara
arisan ibu-ibu.
Bitterballen love
menjadi lambang perjuangan Aliya. Bermula dari penganan itu, rasa percaya diri
Aliya terus menguat. Sebelumnya, kadang Aliya masih dikepung ragu, tapi
larisnya bitterballen buatannya,
menunjukkan bahwa orang-orang menyukai hasil racikannya. Dan itu artinya,
makanan buatannya diakui enak oleh orang lain.
Kehadiran
bitterballen love menjadi bagian dari
hidup Aliya, tidak lepas dari masa lalunya. Kalau saja ayahnya tidak pergi dari
kehidupannya, ia tidak mungkin akan menjadi seorang pembuat makanan. Kemampuan
memasaknya belum tentu akan tereksplor. Kehidupan yang mengubahnya menjadi
bukan anak orang kaya lagi, telah mengantarnya menjadi seorang calon chef andal. Sungguh, segala sesuatu itu
pasti ada hikmahnya.
Penulis
novel ini tampak tenang menggiring pembaca menyusuri kisah perjuangan Aliya.
Bahkan saking tenangnya, bikin pembaca gregetan. Terutama pada bagian ayah
Aliya. Informasi disampaikan tidak terburu-buru. Sedikit demi sedikit, membuat
pembaca turut menyelami perasaan Aliya yang sakit hati oleh tindakan ayahnya.
Hingga akhirnya terkuak siapa ayah Aliya.
Selalu
hidup ini adalah tentang pilihan. Demikian pun Aliya. Pilihannya ada dua. Yang
pertama, menunjukkan sikap protes pada ayahnya dengan selalu menghindar dan tak
mau memaafkan. Mengikuti bisikan hati yang tidak rela menerima begitu saja, orang
yang telah menghancurkan hidupnya. Biar saja ayahnya menerima hukuman dengan
sikap Aliya yang terus menolak untuk bertemu. Tak apa ayahnya terus dirundung
penyesalan akibat penolakan Aliya. Pilihan ini memuaskan hati. Tapi sejatinya
itu puas yang semu. Sampai kapan bisa bertahan dalam kebencian?
Pilihan
kedua adalah berdamai dengan masa lalu. Memaafkan orang yang telah melukai hati
dan memorakporandakan hidup. Tentu saja ini tidak mudah. Bagaimana mungkin
meluluhkan hati yang dibelit benci? Di sinilah saya tercerahkan. Bahwa masa
lalu seburuk apa pun, jangan sampai menumpulkan nalar, meminggirkan cinta. Selama
masih bisa diperbaiki, kenapa nggak?
Aura
semangat dan optimis yang menguar, memberi kesan positif kepada pembaca. Meski
agak kurang unsur yang menegangkan. Misalnya: order makanan yang nyaris rusak,
bahan-bahan mentah yang ternyata busuk, dan semacamnya. Kayaknya seru deh,
kalau pembaca dibuat deg-degan dulu, meskipun nantinya kekacauan itu bisa
diselamatkan.
Tokoh-tokoh
dalam novel ini pun biasa aja, nggak ada yang ‘aneh’. Aliya yang tangguh, Danur
yang ganteng tapi cool, Vanya yang cantik tapi nyebelin, dan sahabat-sahabat
Aliya, Zia dan Chika yang baik dan ringan tangan. Semuanya asyik-asyik aja.
Sebagai
novel remaja, bahasa yang mengalir sepanjang cerita, terasa ringan dan segar.
Khas remaja. Seperti dialog Zia yang menyindir Vanya. “Ah, kuntilanak juga dilarang bersekolah di
sini kok. Tapi buktinya kamu ada di sini,” cetus Zia enteng. Dia sibuk
mengunyah mie goreng dan sama sekali tidak mengangkat wajah. (halaman 10).
Dengan
label teenlit, novel ini menawarkan sisi lain dari remaja. Bukan remaja yang
asyik dengan dunia suka-sukanya, tapi sebuah kehidupan yang sulit yang butuh
ketangguhan untuk menghadapinya. Aliya bukan sosok remaja cengeng yang lantas
menyerah pada keadaan pahit. Tentunya diharapkan sosok ini akan menginspirasi
pembaca remaja. Namun bukan berarti sama sekali menyingkir dari dunia remaja,
novel ini tetap menampilkan sisi romance yang manis, semanis nama Allana Izarra.. :)
Dan, ada satu lagi yang menarik.
Para pembaca bisa berkesempatan mencicipi gurih serta renyahnya bitterballen love dan risoles andalan
Aliya. Caranya? Sila mencoba meraciknya di dapur, karena Aliya membagikan
resepnya dalam novel ini. Jadi setelah membaca, selamat memasak.. :)
Ini nih bitterballen, biasanya bentuknya bulat kayak gini. (gambar diambil dari sini) |
Nah, ini risoles.. udah pada tau, kan? :) (gambar diambil dari sini) |
4 comments:
Seru cerita plus bonus resep juga wow keren pastinya
Kirain blognya mbak Linda berubah jadi blog kuliner. Gambar yang muncul yang di share di fb gambar makanan :)
Mbak Harie, iya nih ide menampilkan resep dalam novel, keren juga.. :)
hehe.. Mbak Ika, saya mah nggak pinter masak, cuma jago makannya aja.. :D
Post a Comment