Judul: Dunia Cecilia
Penulis: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan, Bandung
Cetakan: Pertama, Juni 2015
Tebal: 216 Halaman
ISBN: 978-979-433-886-5
Natal
menyimpan momen-momen istimewa yang selalu dinanti. Pohon natal, kado-kado,
sinterklas, lagu-lagu, juga makanan lezat menjadi daya tarik tersendiri bagi
anak-anak. Di samping suasana khidmat atas kekudusan natal itu sendiri yang
dirindukan orang dewasa.
Tidak
demikian halnya bagi Cecilia. Gadis kecil ini hanya bisa menghirup aroma natal
di tempat tidur di lantai atas rumahnya. Cecilia sakit keras. Namun keluarganya
sangat mendukung. Ayahnya membopong Cecilia ke lantai bawah, untuk berkumpul
bersama keluarga di dekat pohon natal. Ia mendapat hadiah natal yang
diidamkannya, yaitu papan ski dan toboggannya. Padahal dengan sakit berat yang
dideritanya, rasanya tidak mungkin Cecilia bisa bermain ski di atas salju.
Ketika
kembali ke kamar, Cecilia kembali merasakan sepi. Lalu tiba-tiba ada sosok
berjubah putih duduk di depan jendela. Ia menanyakan apakah Cecilia bisa tidur
nyenyak. Sosok itu ternyata adalah malaikat. Namanya Ariel. Keduanya lalu asyik
mengobrol hingga dibuat kesepakatan, Cecilia memberikan informasi tentang
bagaimana rasanya menjadi manusia yang menjalani kehidupan di dunia, sebaliknya
Ariel menyampaikan seperti apakah kehidupan di surga.
Cecilia
banyak mengajukan pertanyaan, seperti: mengapa malaikat tak punya rambut,
apakah malaikat menggosok gigi dan memotong kuku setiap Sabtu, apakah malaikat
punya sayap, apakah malaikat merasa capek, dan sebagainya. Begitu pun malaikat
Ariel, ia menanyakan tentang ‘rasa’, kata-kata yang keluar dari mulut, perbedaan
waktu, rasa sayang antar keluarga, dan lain-lain.
Melalui
percakapan itulah, Jostein Gaarder, sang penulis buku ini, memaparkan pemikiran
filsafat mengenai kehidupan manusia, hubungan antara Tuhan, manusia, dan
malaikat, serta hakikat alam semesta. Pembaca diajak menelusuri hakikat
penciptaan alam serta korelasi antar makhluk dilihat dari perbedaan dan
persamaannya.
Seperti
halnya anggapan umum, Cecilia mengira malaikat punya sayap. Anggapan itu
dibantah Ariel. Sayap malaikat hanyalah
takhayul kuno yang dimulai pada masa ketika manusia menganggap Bumi ini datar
seperti kue dadar, dan bahwa malaikat sepanjang waktu terbang pulang-pergi
antara Surga dan Bumi. Sebenarnya tidak sesederhana itu. Burung memerlukan sayap
untuk terbang karena mereka terbuat dari darah dan daging. Kami terbuat dari
ruh, jadi kami tidak memerlukan sayap untuk bergerak di alam semesta ini.
(halaman 84)
Burung
yang terbuat dari darah dan daging, tidak berbeda dengan manusia. Dengan
malaikat, manusia pun punya kesamaan. Malaikat
dan manusia sama-sama punya ruh yang diciptakan Tuhan. Tapi, manusia juga punya
badan untuk tumbuh, seperti tumbuhan dan hewan. (halaman 49)
Cecilia
menganggap pernyataan tersebut konyol, karena ia tidak ingin disamakan dengan
hewan. Namun Malaikat Ariel menjelaskan lebih lanjut. Bahwa semua tumbuhan dan hewan memulai hidup mereka
sebagai benih atau sel mungil. Mula-mula mereka sangat serupa sehingga manusia
tak bisa membedakannya. Tapi kemudian, benih-benih mungil perlahan berkembang
dan menjelma menjadi segala tumbuhan, mulai dari semak berry merah dan pohon plum sampai jerapah. Tapi, tak ada dua
manusia yang benar-benar sama, begitu juga binatang. Bahkan, di seluruh dunia,
tak ada dua helai rumput yang identik. (halaman 49-50)
Percakapan
semakin menarik. Dialog Surga dan Bumi yang menggugah kesadaran. Cecilia yang
cerdas selalu mengajukan pertanyaaan-pertanyaan kritis dan melontarkan ide-ide
yang mencengangkan. Ia paham bagaimana proses komunikasi yang terjadi di antara
mereka berdua. Aku yakin yang kau maksud
adalah kau tak mendengar dengan telinga seperti diriku. Kita berdua berbincang
kira-kira dengan saling mendengar pikiran kita. (halaman 103)
Ketika Cecilia menanyakan tentang
keberadaan surga, Malaikat Ariel memintanya untuk memahami bahwa saat itu ia
sudah berada di surga. Cecilia tersentak. Inikah
Surga? Malaikat Ariel mengangguk.
Menurutmu, kita berada di mana? Bumi hanyalah satu noktah kecil di alam semesta
yang mahaluas. (halaman 157)
Cecilia merasa dirinya tak pernah
berpikir demikian. Lalu Malaikat Ariel melanjutkan keterangannya. Inilah Bumi Surgawi, Cecilia. Inilah Taman
Firdaus tempat manusia. Para malaikat tinggal di tempat-tempat lainnya.
(halaman 158).
Cecilia tetap bertanya. Aku selalu bertanya-tanya di manakah surga berada. Tak seorang pun
astronaut pernah melihat Tuhan atau malaikat (halaman 158). Malaikat Ariel
menjawab dengan analogi mendalam. Tak
seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan pikiran dalam otak. Dan, tak
seorang pun psikolog pernah melihat mimpi orang lain. Itu tak berarti pikiran
dan mimpi tak benar-benar ada di dalam kepala manusia.” (halaman 158).
Seperti buku karya Jostein Gaarder
sebelumnya, Dunia Sophie, yang merupakan fiksi terlaris di dunia pada 1995 dan
telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa dunia, Dunia Cecilia pun telah terjual
lebih dari 2,5 juta kopi dan telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Buku ini
juga memenangi Norwegian Bookseller Prize dan diadaptasi ke dalam film yang
juga memenangi Amanda Award, anugerah tertinggi Norwegia pada 2009. Sebuah
novel yang layak direkomendasikan karena merupakan perpaduan indah antara fiksi
dan filsafat, yang mengajak pembaca pada perenungan mengenai hakikat alam
semesta dan penciptaannya.
*) Resensi ini dimuat di koran Radar Sampit, tanggal 10 Januari 2016
6 comments:
Baca resensinya, saya jadi pengen baca buku ini, Bu.. Paling suka dengan: tak seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan pikiran dalam otak...dst...
Jadi teringat kalimat: just because you can't see the air, doen't nean you stop breathing. Just because you can't see God, doesn't mean you stop believing.
Harus punya bukunya nih...:)
Wow, baca resensi ini berpikir ini cetar banget ya diterjemahkan 50 bahasa. Walau ini GF banget xixixi....beda ama keyakinan ya hihihi
Bu Arin, kalimatnya kereen..
Ini bukunya agak berat tapi bikin nggak bisa lepas.. :)
Saya baru baca 1 buku ini. Yg Dunia Sophie dan Dunia Anna, sy blm baca..
Mbak Naqi, yg diterjemah ke 50 bahasa mah "Dunia Sophie". Kalau yg ini mah diterjemahkan ke dlm 20 bahasa
bacaan enak sambil maternity 3 bulan nih ;D.. mw cari novel2 utk bahan bacaan slama ga ngantor soalnya ;)..
wah hebat sudah diterbitkan di koran.
Post a Comment