Judul
: Pangeran Bumi Kesatria Bulan
Penulis : Ary Nilandari
Penerbit : Qanita - Mizan
Cetakan : Pertama, Juli 2014
Tebal : 320 Halaman
ISBN : 978-602-1637-38-8
Penulis : Ary Nilandari
Penerbit : Qanita - Mizan
Cetakan : Pertama, Juli 2014
Tebal : 320 Halaman
ISBN : 978-602-1637-38-8
Tidak
semua anak dapat mengecap kebahagiaan hidup bersama kedua orangtua yang
menyayanginya. Ada yang ‘terpaksa’ harus hidup di sebuah panti asuhan. Mereka
menjalani keseharian bersama anak-anak yang lain yang senasib, di bawah asuhan
seorang Ibu Panti. Suka duka mereka jalani tanpa kehadiran orangtua kandung.
Sangat
menarik, novel “Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan” membidik kehidupan anak-anak
panti asuhan. Ada Maylana (Maya), Juno, Augy, Septi, Okta, yang berada di bawah
pengasuhan Bunda Wulan. Lima tokoh yang masing-masing memiliki karakter yang kuat.
Selain
menyuguhkan kisah cinta yang manis dan lembut yang dialami Maylana (Maya),
novel ini kental memuat nilai-nilai humanis. Bunda Wulan yang berhati emas,
setulusnya mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak yang tak ber-ayah
bunda. Ia berjuang tanpa pamrih agar anak-anak asuhnya beroleh kebahagiaan. Dan
ketika mereka mendapatkan orangtua yang cocok yang berminat mengadopsi, Bunda
Wulan melepasnya ikhlas.
Bunda Wulan mempunyai tradisi yang
aneh. Memajang setiap foto anak asuhnya, paling disukai saat berusia tujuh
bulan. Lalu ketika seorang anak diadopsi, fotonya akan diturunkan dari dinding,
disimpan, dan dilupakan. Seakan dengan demikian, Bunda memutuskan akar panti
asuhan dari kehidupan anak tersebut. Secara simbolik, Bunda melepaskan anak itu
untuk melupakan asalnya. Anak-anak datang dan pergi, foto-foto baru dipajang
dan diturunkan, tetapi foto lima bayi itu, tetap menghuni dinding (halaman
24).
Ketulusan
dan keikhlasan Bunda Wulan merepresentasikan kasih sayang seorang ibu kepada
anaknya. Demikian sejatinya seorang ibu.
Hanya memberi tak harap kembali. Meski status anak-anak sebatas anak angkat,
namun Bunda Wulan mencurahkan segenap kasih sayangnya tak bersisa.
Kegigihan
anak yatim piatu tampil melalui sosok
Maylana (Maya). Ia menolak imej anak yatim piatu sebagai anak yang hanya pantas
dikasihani. Sejak kecil, sikap mandirinya sudah tampak. Riwayat bekerjanya
dimulai sangat dini. Ia menjadi pembaca buku bagi seorang manula, saat usianya
sembilan tahun. Lalu bekerja di restoran, pada usia dua belas tahun. Kemudian
pada usia tiga belas, pindah kerja di usaha katering disambi menjadi babysitter pada beberapa keluarga.
Setelah itu bekerja di salon. Masa SMA, Maylana menjadi guru bimbel. Ia
berhasil membeli sedan Baleno bekas dengan tabungannya sendiri pada usia
delapan belas. Selepas SMA, Maylana kuliah di Teknik Industri ITB dan tetap
menekuni pekerjaan sebagai guru bimbel.
Di
luar kebiasaan, dalam statusnya sebagai gadis kuliahan, Maylana sudah mempunyai
keinginan untuk mengadopsi. Ia ingin
menjadi orangtua angkat bagi Septi dan Okta. Proses pengangkatan anak secara
hukum, dipaparkan dalam novel ini. Aspek legal pengangkatan anak oleh wanita
yang belum menikah, dijelaskan dalam dialog Maylana dengan seorang praktisi
hukum. Hal tersebut dibahas baik dari sisi umum juga dalam hukum Islam.
Lalu
ada sosok Juno, seorang pria tangguh yang mampu menerima kehadiran ibu
kandungnya, meski pertemuan mereka terjadi saat usia Juno sudah remaja. Kondisi
ibunya yang labil, tidak menggoyahkan rasa sayang kepada ibu kandungnya
tersebut. Juno tetap mendampingi dan melindunginya.
Kemudian,
anak yatim piatu lainnya adalah si kembar Septi dan Okta. Betapa Septi demikian
sayang kepada adik kembarnya yang menderita sindrom Asperger, yang mirip dengan
autisme. Sepeti begitu tulus menjaga Okta.
Satu
lagi, tokoh anak yatim piatu ini adalah Augy. Kondisinya sangat mengenaskan
saat ditemukan ketika masih bayi. Terlahir sebagai bayi prematur, dan dibuang
ke tumpukan sampah dengan tali pusar masih melekat. Darah dan air ketuban
kering menodai sekujur tubuhnya, yang dibungkus dengan lapisan koran. Di
usianya yang ke-14 tahun, kemudian Augy bisa mendapat pekerjaan sebagai
pramusaji kafe, yang dilakoninya sepulang sekolah.
Kondisi
yang dialami anak-anak yatim piatu yang melewati harinya di panti asuhan kerap
tak terlintas di benak. Novel ini menggedor kesadaran pembaca, bahwa mereka ada
dan butuh uluran tangan kita agar dapat hidup bahagia selayaknya anak-anak lain
yang memperoleh curahan kasih sayang dari orangtua. Mereka dengan segala
permasalahan yang mengikutinya, berjuang di tengah kepiluan hati karena merasa
terbuang.
Melalui
tokoh Okta, pembaca bertambah wawasan mengenai penderita sindrom Asperger, yang
merupakan gejala kelainan perkembangan saraf otak. Penyandangnya memiliki
kecerdasan dan perkembangan bahasa yang normal, hanya gagap dalam hubungan
sosial dan kurang cakap berkomunikasi (halaman 47). Okta juga menderita Hemifacial Micromia. Jenis-jenis
kelainan ini mengingatkan pembaca akan arti syukur.
Yang
menarik lainnya yaitu penyerangan Augy terhadap sebuah stasiun TV swasta yang
menayangkan liputan tentang bayi terbuang. Peristiwa ini melibatkan pihak
berwajib dan membutuhkan advokasi dari kuasa hukum. Augy terusik karena liputan
itu menampilkan presenter dengan pakaian dan dandanan pesta. Meski sang
presenter menyatakan keprihatinannnya, tapi nada dan suaranya bertolak
belakang. Wajahnya sering di-close up
menampilkan senyum dan binar mata menggoda. Menurut Augy, gambar-gambar yang
ditayangkan sangat mengerikan, tapi presenter yang cantik itu membawakan berita
dengan nada seakan mengajak penonton menyaksikan karnaval.
Peristiwa
Augy itu menggugah kesadaran bahwa hal-hal yang menyedihkan, mengenaskan,
memilukan, kerap menjadi santapan media. Sayangnya, ada media yang tidak bertanggung
jawab mengenai dampak psikologis yang ditimbulkan dari pemberitaan tersebut.
Apalagi bila ditambah dengan cara pembawaan presenter yang miskin empati.
Anak-anak yatim piatu yang mengalami kondisi terbuang, justru merasa teriris
hatinya.
Novel
ini recommended karena selain isinya
yang bagus, juga ditulis dengan bahasa yang indah. Kalimat-kalimatnya tidak
membosankan dan enak dibaca. Penuturannya runut dan sistematis. Penokohan
dengan karakterakter yang kuat menjadi point istimewa dari novel ini. “Pangeran
Bumi dan Kesatria Bulan” menggambarkan kekuatan dan semangat, juga kisah cinta
yang menggemaskan dengan keharuan yang manis.
Sebaris
kalimat yang menyentak tertulis pada halaman awal novel ini : Terbuangkah aku? Mengapa? –anonim di
dalam kardus di tempat sampah.
#Resensi ini dimuat di media smartmomways.com pada tanggal 7 Oktober 2014
3 comments:
bukunya menarik :)
Iya Mbak Nathalia, bukunya menarik dan bahasanya juga enak.. :)
Aku suka gaya bercerita bunda Ary di buku2nya. Karakternya kuat dan settingnya juga. Jadi penasaran sama buku ini.
Post a Comment