Penulis : Gin
Penerbit : Qanita - Mizan
Editor : Indradya SP
Tahun Terbit : Pertama, 2014
Jumlah Halaman : 256 halaman
ISBN : 978-602-1637-33-3
Seorang
pejuang kemerdekaan bukan saja mereka yang mengangkat senjata, beradu fisik
dengan pihak musuh. Ada juga para pahlawan yang bertaruh dengan nyawanya, demi
menyampaikan pesan-pesan rahasia untuk para pejuang pergerakan. Mereka harus
mengusahakan agar pesan bisa tersampaikan dengan baik, lalu gegas mengambil
balasannya. Semua harus dilakukan dengan cepat, sebelum patroli kolonial datang
mengendus lalu menciduknya, yang bisa berujung pada hilangnya nyawa sang
pembawa pesan.
Adalah
Bulan Merah, sebuah grup musik keroncong, yang mengambil peran sebagai pembawa
pesan. Pertunjukan Bulan Merah bukan
pertunjukan musik keroncong biasa. Karena beberapa penonton yang datang juga
bukan penonton biasa. Para penonton yang tak biasa itu ternyata menyimak dengan
saksama lirik lagu Krontjong Padang Bulan yang telah disisipkan pesan di
dalamnya. Pesan-pesan rahasia. Pesan-pesan rahasia itu kemudian akan berbalas
pesan rahasia lainnya sebelum pertunjukan purna. (halaman 12)
Bulan
Merah bermula dari ide Bumi, untuk melanjutkan grup musik keroncong warisan
Rawi, yang telah dibekukan sejak Rawi meninggal. Rawi adalah sahabat baik Said,
ayah Bumi, yang mengasuh Bumi, dan adiknya Siti, setelah orangtua Bumi dan Siti
meninggal saat keduanya masih kecil. Said tewas di tangan patroli Belanda,
karena perannya sebagai pembawa pesan. Said
adalah salah seorang pembawa pesan terbaik yang dimiliki para pejuang. Entah
sudah berapa pesan penting berhasil Said sampaikan. Salah satu pesan terbaik
yang berhasil disampaikan adalah pesan dari deri grdung Khatolieke Jongenlingen
Bond, Oost-Java Bioscoop, dan Indonesische Club-gebouw. (halaman 57)
Hidup
dalam pengasuhan Rawi, seorang pemimpin grup musik keroncong, membuat potensi
seni yang dimuliki Bumi dan Siti terus terasah dengan baik. Meski hanya
mendengarkan, kemampuan keduanya dalam bermusik, khususnya keroncong, tidak
bisa dipandang sebelah mata. Dengan darah seni yang mengalir kuat itu, Bumi dan
Siti bertekad menghidupkan kembali grup musik keroncong rintisan Rawi. Bumi
ingin menjadikan musik keroncong sebagai alat penyampai pesan rahasia. Tugas
mulia ayahnya ingin ia teruskan.
Bumi
sudah memikirkan dengan matang, bagaimana cara pesan rahasia itu bisa
tersampaikan. Kelompok musik keroncong
Rawi terkenal dengan lagu-lagu yang mereka gubah sendiri. Tak pernah sekali pun
mereka membawakan lagu milik orang lain. Begitulah pesan-pesan rahasia itu disampaikan.
Aku akan menggubah setiap pesan rahasia yang ada dengan menyisipkannya ke dalam
lagu. Tidak akan ada yang menaruh curiga karena lirik-lirik dalam lagu itu
bias. Tak bisa dicerna begitu saja. Hanya kita yang akan memahami maksud
lirik-lirik sandi itu. (halaman 88)
Memang tak semua pesan akan saya
masukkan ke dalam lagu. Tentu surat-surat tetap menjadi jalan utama
menyampaikan pesan-pesan rahasia. Selama pertunjukan itulah kita harus
cepat-cepat bertukar pesan. Bisa lewat kertas-kertas yang dilipat sekecil
mungkin. Karena begitu pertunjukan usai, semua pembawa pesan harus sudah
meninggalkan tempat. Sekali lagi, harus cepat meninggalkan tempat sebelum
patroli menyadarinya. (halaman 89)
Maka
dimulailah perjuangan Bumi dan Siti, yang disokong penuh oleh Ratna Melati,
vokalis utama grup musik keroncong Rawi pada masa jayanya dulu. Ratna Melati
menjadi seperti ibu bagi Bumi dan Siti.
Ternyata
tidak mudah menghidupkan kembali grup musik keroncong warisan Rawi. Para pemain
utama yang dulu, telah mengundurkan diri karena faktor usia. Sementara para
pemain cadangan yang masih berusia muda telah bergabung dengan kelompok musik
keroncong lain. Bumi dan Siti pun berjibaku merekrut pemain. Para kandidat
banyak yang menolak dengan alasan beragam. Tapi alasan kuat adalah karena peran
sebagai pembawa pesan perjuangan. Nyali mereka ciut mengingat bakal berurusan
dengan patroli keamanan.
Setelah
perjuangan yang melelahkan dalam mencari para pemain yang bersedia bergabung,
akhirnya grup musik keroncong bentukan Bumi dan Siti dapat terwujud. Grup musik
keroncong tersebut dinamai “Bulan Merah”. Mereka pun memulai pertunjukan sambil
membawa misi rahasia, membawa pesan-pesan perjuangan.
Ketika instrumen agak panjang di tengah lagu
dimainkan, dua vokalis “Bulan Merah” tiba-tiba turun dari panggung dan membaur
dengan para penonton. Mereka mengajak penonton untuk menari bersama, menikmati
alunan musik keroncong. Pada saat itulah pembawa pesan harus maju. Tepat ketika
para vokalis mengulurkan tangan seperti hendak bersalaman, mereka harus
cepat-cepat saling menukar pesan berupa lipatan-lipatan kecil kertas yang
sesegera mungkin harus dimasukkan ke dalam saku baju masing-masing.
Tahun
demi tahun berganti. Berbagai kota disinggahi. Berpuluh-puluh pesan telah
dikabarkan. Perjuangan “Bulan Merah” tidak selamanya mulus. Seringkali mereka
dicurigai dan diinterogasi. Namun pemerintah kolonial kesulitan mendapat bukti
yang pasti. Bumi selalu mengatakan bahwa mereka sepenuhnya seniman dan buruh
tani milik Rawi.
Kisah
perjuangan para pembawa pesan ini menjadi tema yang menarik, karena peran para
pembawa pesan sepertinya luput dari catatan sejarah. Sesungguhnya mereka adalah
bagian dari perjuangan. Pengorbanannya tak berbeda dengan para pejuang lainnya.
Bila ketahuan, tertangkap, ditembak di tempat, atau digantung di tanah lapang
untuk disaksikan banyak orang. Hal ini dilakukan kompeni agar masyarakat tak
ada yang berani-berani menjadi pembawa pesan.
Konflik
dan intrik sepanjang perjalanan sebagai pembawa pesan memberi pengetahuan baru
kepada pembaca mengenai situasi zaman pergerakan dulu. Dengan kemasan fiksi
yang menarik, dilengkapi unsur romance yang lembut, penulis novel ini berhasil
mengantarkan pembaca untuk mengenali sisi lain dari sejarah negeri ini. Selamat
membaca!
*) Resensi ini dimuat pada hari Sabtu tanggal 6 Juni 2015 di duajurai.com
4 comments:
Wahhhh... buku ttg sejarah jadul... menarik..menarik... jadi pingin baca
Aku jatuh cinta dengan sejarah jusutru karena novel, padahal jaman SMA dulu kudu siapin ganjel mata biar ga bantuk :) Pembawa pesan itu meski tidak dikenal banyak dalam sejarah tetap punya peran besar. Unsung hero, seperti pemeran film bukan figur utama tapi punya kontribusi besar.
Makasii yaa Mbak Ade, dah mampir..
Ini bukunya keren.. temanya nggak biasa dan penulisannya baguus..
Mbak Efi, idem with me.. dulu ngerasa bete sama plajaran Sejarah.. hehe..
nah, kalo dibikin novel, sejarah jadi asyik ya.. :)
Post a Comment