Judul Buku : Inferno
Penulis : Dan Brown
Penerbit : Penerbit Bentang
Terbit : Cetakan II, Oktober 2013
Tebal
Buku : 644 halaman
Ukuran
Buku : 23,5 cm
ISBN : 978-602-7888-55-5
Blurb:
Tengah malam, Robert
Langdon terbangun di rumah sakit dan syok saat mendapati dirinya ada di
Florence, Italia. Padahal ingatan terakhirnya adalah berjalan pulang setelah
memberi kuliah di Harvard. Belum sempat Langdon memahami keganjilan ini,
dunianya meledak dalam kekacauan. Di depan mata, dokter yang merawatnya ditembak
mati. Langdon berhasil lolos berkat Sienna Brooks, seorang dokter muda yang
penuh rahasia.
Dalam pelarian, Langdon
menyadari bahwa dia memiliki sebuah stempel kuno berisi kode rahasia ciptaan
ilmuwan fanatik yang terobsesi pada kehancuran dunia berdasarkan mahakarya
terhebat yang pernah ditulis, Inferno karya Dante. Ciptaan genetis ilmuwan
tersebut mengancam kelangsungan umat manusia. Langdon harus berpacu dengan
waktu, memecahkan teka-teki yang berkelindan dalam puisi-puisi gelap Dante
Alighieri. Belum lagi, dia harus menghindari sepasukan tentara berseragam hitam
yang bertekad menangkapnya.
Resensi:
Dan Brown kembali
mengguncang. Novel karyanya yang berjudul ‘Inferno’ mencetak penjualan yang
tinggi pada tahun 2013. Dalam perjalanannya kali ini, Robert Langdon harus
memecahkan teka-teki kode rahasia ciptaan ilmuwan jenius, ahli rekayasa
genetika, yang terkait dengan masalah overpopulasi. Robert Langdon dalam novel
Dan Brown, tampaknya akan menjadi seperti Hercule Poirot dalam novel Agatha
Christie.
Adegan pembuka berlatar
rumah sakit. Langdon terbangun dari mimpi, siuman dari ketidaksadaran, akibat
sebuah serangan percobaan pembunuhan atas dirinya. Sayangnya, akibat lain lebih
fatal. Langdon mengalami amnesia. Maka Langdon harus bekerja keras memunguti
satu per satu puzzle yang terserak dari peristiwa demi peristiwa mencekam yang
kemudian dialaminya. Semua dikemas dalam alur cepat dengan beberapa flashback,
dengan ketegangan-ketegangan yang dibangun, khas Dan Brown. Kejutan demi
kejutan yang muncul, terasa mengasyikkan.
Kepiawaian Dan Brown
memadu sejarah, seni, pengetahuan ilmiah, ke dalam sebuah cerita fiksi kembali
terlihat dalam novel ini. Deskripsi karya seni sangat detil. Pembaca disuguhi
dengan pengetahuan luas seputar Dante Alighieri, kehidupannya dan
karya-karyanya, teristimewa The Divine
Comedy: Inferno. Pugatorio, Paradiso. Tak hanya itu, karya-karya para
master seni lainnya dalam bentuk lukisan, patung, bangunan, semua tergambar
gamblang. Dan Brown dengan sabar menguraikan selayaknya guru kepada murid.
Pembaca pun diajak
menelusuri jejak sejarah dalam keindahan bangunan-bangunan megah di Florence,
Venesia, hingga Istambul. Pemandangan spektakuler dalam setiap lekuk tempat,
dipaparkan hingga bagian yang sangat kecil. Palazzo Vecchio, istana Medici,
Boboli Gardens, Basilika Santo Markus, adalah sedikit dari banyak latar yang
dideskripsikan dengan terperinci.
Tidak bisa dipungkiri,
deskripsi yang terlalu banyak dan detil itu sedikit mengganggu jalannya
konflik. Beberapa hanya berupa informasi, dan tidak beririsan langsung dengan
gerak cerita maupun langkah si tokoh.
Namun rupanya Dan Brown merasa penting untuk memberikan gambaran utuh
mengenai hal-hal yang berada dalam bangun struktur cerita yang diolahnya,
sehingga terciptalah deskripsi yang panjang-panjang itu.
Yang menarik dari kisah
ini adalah ide dasarnya yang mengangkat soal overpopulasi. Pembaca disodorkan
wacana tentang masalah kependudukan yang rumit, lengkap dengan grafik
pertumbuhan populasi dunia sepanjang sejarah. Menggaet tokoh Dr.Elizabeth
Sinskey, Direktur WHO, yang dikonfrontir dengan ilmuwan jenius yang memiliki
obsesi untuk merampingkan jumlah populasi dunia demi menyelamatkan generasi
yang akan datang, menjadikan cerita ini terasa logis. Masalah kependudukan
terkait erat dengan masalah kesehatan. “..permintaan
terhadap sumber daya alami yang semakin menyusut akan meroket. Air bersih kian
sulit ditemukan. Berdasarkan pengukuran biologis apa pun, spesies kita telah
melampaui jumlah yang bisa kita pertahankan..” (halaman 146)
Sang ilmuwan, Bertrand
Zobrist, memaparkan dampak mengerikan dari pertumbuhan populasi yang tak
terkendali. Dan uniknya, sebagai pecinta Dante, ia selalu membawa Dante dalam
aksinya. Teka-teki kode rahasia hasil penemuannya, rencana puncak peluncuran
hasil penemuannya, latar yang dipilihnya untuk menaruh hasil penemuannya, semua
tak terlepas dari Dante. Demikian pula argumennya kepada Dr.Sinskey, “... bom itu sudah meledak, dan tanpa
tindakan drastis, matematika eksponensial akan menjadi Tuhan kalian yang baru..
dan ‘Dia’ adalah Tuhan yang pendendam. Dia akan mendatangkan visi nerakanya
Dante persis di luar Park Avenue.. massa yang berkerumun, berkubang dalam tinja
mereka sendiri. Penyortiran global yang dirancang oleh Alam sendiri.”
(halaman 150)
Dan Brown juga sedikit
memperlihatkan ‘derita’ yang dialami oleh para jenius yang terasing dari
lingkungannya. Bertrand Zobrist, dr.Sienna Brooks, Dr.Elizabeth Sinskey, mereka
mengalami kesendirian yang senyap. Pemikiran dan pendapat yang melampaui
zamannya, justru kerap menyulitkan dirinya. Sebuah sisi kehidupan yang cukup
menyentuh.
Keterlibatan
“konsorsium” dalam geliat cerita ini, menimbulkan sensasi tersendiri. Dikuatkan
pada lembar Fakta di halaman muka, bahwa Konsorsium
adalah organisasi swasta dengan kantor di tujuh negara. Namanya telah diubah
demi keamanan dan privasi. Ada rasa terbelalak, mengamati kepiawaiannya
memainkan ilusi yang mengecoh. Konsorsium bergerak rapi menyetting adegan
hingga memengaruhi opini publik. Dan tidak terlacak. Entah mereka mendongkrak
harga saham, membuat pembenaran untuk perang, memenangi pemilihan, atau
memancing teroris agar keluar dari tempat persembunyian, dan permainan skala
besar lainnya. Keadaan ini sudah berlangsung lama. Pada tahun enampuluhan,
Rusia membangun jaringan mata-mata palsu untuk menipu intelijen Inggris. Pada
1947, Angkatan Udara AS mengembangkan kabar bohong tentang UFO untuk
mengalihkan perhatian publik dari kecelakaan pesawat yang harus dirahasiakan di
Roswell, New Mexico. Dan baru-baru ini, dunia digiring untuk memercayai bahwa
Irak menyimpan senjata pemusnah massal.
Terlepas dari
pro-kontra para pembaca terhadap novel ini mengenai keunggulannya, yang jelas
sebuah karya tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Namun yang patut dicatat
adalah betapa seorang Dan Brown melakukan kesungguhan total untuk karyanya ini.
Terlihat riset yang sangat mendalam mengenai banyak hal. Semua disajikan
se-akurat mungkin. Tak ketinggalan, menyesuaikan dengan situasi kekinian, seperti
pada penggunaan gadget canggih yang merupakan hal lumrah dan disukai pada masa
kini.
Sebagai novel thriller,
Inferno memang layak direkomendasikan. Apalagi versi terjemahannya pun enak
dinikmati. Harganya yang cukup terbilang mahal memang sesuai dengan kualitas
isi dan kemasannya, baik jenis dan ukuran font, juga kertas cover dan isinya.
*) Resensi ini dimuat pada tanggal 6 Januari 2014 di media online: indoleader.com
4 comments:
pengen banget baca ini
nice review mbak, detil banget :)
thanx yaa Anggun.. dah mampir..
644hal ? Glek. Pernah bc versi ebook yg lost symbol, baru baca dikit eh lepti nya hilang, hiks, padahal seru bgt
Dan Brown mah gak diragukan lagi dah. Keren banget... Mba Linda jg hebat nih bisa selesai baca buku ini hehe....
Post a Comment