Tak ada yang abadi dalam hidup ini. Episode dalam
kehidupan senantiasa berputar. Kemampuan memaknai lakon yang terjadi, lalu
menangkap hikmah di dalamnya, dapat digali melalui perenungan dan senantiasa
mengasah hati. Keberserahan diri kepadaNya, pun menentukan proses penerimaan
setiap babak dalam kehidupan. Karena tidak ada penerimaan, tidak ada
keikhlasan, tanpa melewati sebuah proses.
Sebuah proses yang dalam perjalanannya akan memperlihatkan seberapa baik
ia mampu meng-up grade kualitas diri.
Adalah Tasaro GK, penulis cerdas asal Gunung Kidul,
menuturkan proses perjalanan hidupnya dalam buku bertajuk “Sewindu”. Bilangan sewindu
atau delapan tahun ini merupakan usia pernikahannya dengan perempuan bernama Alit Tuti Marta,
yang dengan penuh cinta disebut Tasaro sebagai wanita terpilih baginya. Panjang
atau singkatkah rentang usia tersebut, menjadi tidak penting, karena justru ruh
dari perjalanan itulah yang memiliki nilai lebih.
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian Satu,
mengisahkan periode awal pernikahan Tasaro. Masa-masa beradaptasi sebagai
pasangan baru, menjalani hubungan jarak jauh, menumpang di rumah mertua, hingga
akhirnya menempati rumah baru, lalu berinteraksi dengan tetangga baru. Sedang
Bagian Dua, merupakan refleksi kurun sewindu dengan beberapa nostalgi turut
mewarnai.
Pada babak awal pernikahannya, Tasaro-Alit berjibaku
dengan keterbatasan finansial. Mereka pun beradu dalam perbedaan-perbedaan yang
kemudian mendewasakan. Tanpa aksi yang muluk, Tasaro memperlihatkan kepada
pembaca bahwa pada ujungnya, cinta-lah yang bicara, meski lewat jalan yang
sederhana. Sejatinya, demikianlah cinta. Ia menjadi payung yang meneduhkan dan
melindungi.
Semangat yang Tasaro bagi melalui episode demi
episode yang dilewati, terasa menggebu dalam derap mimpi-mimpinya. Kegigihannya
belajar mengaji Quran yang dimulai pada usia yang tak lagi muda, sungguh patut
digarisbawahi. Bayangkan, ketika anak-anak usia SD sudah lancar mengaji, Tasaro
baru mulai belajar huruf hijaiyah pada usia 22 tahun! Benar-benar mengeja
‘alif, ba, ta’.
Kesadaran beragama terus mengental. Tasaro berpikir,
ia harus keras terhadap dirinya sendiri saat menyangkut kedisiplinan beragama
(halaman 106). Para suami yang selama ini merasa tenang-tenang saja, harus
tertampar dengan ini. Betapa seorang Tasaro yang merasa keawamannya soal agama
termasuk kebangetan, memiliki
kesadaran penuh untuk menjadi imam dalam keluarga.
Sisi lain yang menarik dari pola pandang Tasaro
adalah hal pendidikan. Kini ia mengelola lembaga pendidikan usia dini yang
menganut model pendidikan yang mengeksplor potensi anak. Di PAUD yang
dikelolanya, anak-anak berinteraksi dengan buku. Belajar melalui dongeng.
Jangan sampai anak miskin imajinasi. Dan ini berkaca dari pengalamannya. Tasaro
tidak ingin standar pendidikan terlalu memuja otak kiri. Sudah saatnya
meninggalkan konsep standar kepintaran anak-anak hanya diukur dengan angka
semata (halaman 290). Tasaro membuktikan, menduduki jabatan General Manager
‘hanya’ dengan ijazah D2-nya. Karena kemampuan dan potensinya boleh jadi
menyamai lulusan S2.
Selain sisi-sisi yang serius, banyak bagian dalam
buku ini yang menampilkan sisi humanis, romantis dan sentimentil.
Kenangan-kenangan tentang kehalusan budi serta ketangguhan Ibunda dan Ibu Mertua.
Juga serpihan masa kecil yang menyenangkan, masa SMP yang tragis karena kerap
di-bullying, masa SMA yang mulai
mengubah dirinya untuk berprestasi, masa kuliah yang indah saat berkegiatan
aneka rupa, hingga bagaimana menjadi ayah yang keren, lalu bagaimana
berinteraksi dan bersosialisasi dalam masyarakat.
Sebagai seorang yang berprofesi penulis, Tasaro
bertutur tentang pilihan hidupnya untuk ‘hanya’ menjadi penulis.
Ditinggalkannya dunia kerja, kantornya yang nyaman dan fasilitas yang
mengikutinya. Sungguh sebuah kisah penuh semangat yang membangun.
Yang paling menyentuh adalah kisah tentang Bapak.
Bagaimana Tasaro bisa mendamaikan hati dengan Bapak yang telah meninggalkan
keluarga selagi usia remaja? Mengapa ia sulit menemukan catatan menyenangkan, indah,
damai, untuk dikenang antara dirinya dan Bapak? (halaman 348) Inilah bagian
yang paling menggedor jiwa.
Boleh dibilang, buku ini komplet. Ia membuat
tersenyum, tertawa, hingga berderai air mata. Dengan cover berwarna hijau manis, bergambar sebatang pohon kehidupan
dihiasi delapan daun berbentuk lambang cinta, buku ini merupakan buku
inspiratif yang lezat dan bergizi. Ditulis dengan bahasa yang segar, mengalir,
diiringi sentuhan yang mengharu biru. Tasaro GK dalam karya perdana di ranah
non fiksi, tidak kalah mengasyikkan dengan buku-buku fiksinya yang selama ini
memikat banyak pembaca.
Membaca buku ini, pembaca diajak menikmati proses
pergerakan Tasaro dalam masa bertumbuhnya menjadi pribadi yang matang. Inilah
tuturnya: Delapan tahun ini, sebagaimana
waktu mengubah dunia, saya kira, banyak pula pergeseran pemikiran dan orientasi
hidup yang menyertai kami. Jika dulu, saat rumah tangga muda habis waktu
memikirkan bagaimana kami makan, memiliki tempat tinggal, atau berpakaian
layak, kini ada kebutuhan lain yang lebih fundamental, di posisi mana kami
berada di tengah-tengah masyarakat? Peran apa yang harus kami ambil? (halaman
166)
Judul Buku : Sewindu
Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Metagraf (creative imprint of Tiga Serangkai)
Tebal Buku : x + 382 halaman
ISBN : 978-602-9212-78-5
Terbit : Cetakan I, April 2013
#Resensi ini dimuat di media online pada hari Rabu, 22 Januari 2014: rimanews.comhttp://www.rimanews.com/read/20140118/137184/refleksi-perjalanan-cinta-dan-cita-cita
18 comments:
Cieee.. asik euy resensinya dimuat. Aku pernah ikutan lomba resensinya yang diadain Penerbitnya. Aku kalah, tapi mereka yang menang emang pada keren. Ga Sabar nunggu lanjutan Nibiru sama Muhammadnya :)
Mak Efi, wkt itu yg menang Mas Untung Wahyudi ya? hehe.. dia mah kaga ada matinye.. :)
Aku jg nungguin Nibiru, entah apa akan ada lanjutannya atw nggak yaa..? huhuu..
Aq belum pernah baca bukunya Tasaro Mbak
Banyak yang bilang bagus...habis gajian beli ah :D
Mbak Esti, ga bakal nyesel dah baca buku Tasaro mah..
Beli yg "Galaksi Kinanthi", Mbak.. atau "Tetap Saja Kusebut Dia Cinta".. itu yg romance.. ada jg yg fiksi sejarah, yg fantasi, yg kisah Nabi Muhammad, dan smua genre bagus, krn dia penulis jenius..
Tasaro memang kelihatannya suami yg baik, dari cerita temanku yg pernah sekantor sama Tasaro ehehehe... Yg ini seperti biografi pernikahannya ya. Penulis mah apa aja bisa ditulis yah :D
Kelihatan sekali ya kalo Tasaro itu orang yang pembelajar .... salut
Makasih resensi kerennya mbak Linda
ooooo, habis baca ini ubek2 koleksi buku. beneran ada, ternyata aku punya bebrapa karya tasaro. kebiasaan selama ini baca buku gak kenal penulisnya
selamaaat dimuat di rimanews.. belum punya bukunya tasaro satupun nih.. pengen jg kapan2 nyari *yg diskon miring ada ga ya? :D
Resensi yang bagus. Jadi pengen baca bukunya deh. Thanks sudah sharing, Mak. ^^
cuma bisa terpana pada cerita resensi diatas*takjub
Bener2 wow ya perjalanan hidup tasaro
Btul Mbak Ela, kayaknya Tasaro suami teladan juga ayah yg keren .. :)
Iya Niar, Tasaro penulis gigih dan jenius..
Eh, resensi keren? Tapi ini kalah di lomba .. hehe..
Ya ampuun Sarah .. :)
Jd punya buku Tasaro yg judul apa aja?
Ayo Mbak, berburu buku Tasaro.. keren2 lho.. nggak bakal nyesel.. :)
Makasiiih Mbak Nia .. dah mampir.. :)
Perjalanan hidup Tasaro, dinamis ya, Mbak En..
Dan grafiknya positif naik ..
Mbak Lyta jg wow kan? Ayo dibikin memoarnya, Mbak ..
Post a Comment